oleh

Pergeseran Pola Konsumsi Masyarakat Wilayah Perkotaan di Provinsi Lampung

Journal : Pola konsumsi masyarakat secara alamiah akan selalu bergeser seiring dengan tingkat kemakmurannya. Maslow dalam makalahnya A Theory of Human Motivation menjelaskan bahwa setiap individu dipastikan memiliki hierarki kebutuhan. Ia berhipotesis, setelah individu memuaskan kebutuhan pada tingkat paling bawah maka individu akan memuaskan kebutuhan pada tingkat berikutnya.

Apabila pada tingkat tertinggi tetapi kebutuhan dasar tidak terpuaskan, maka individu dapat kembali pada tingkat kebutuhan sebelumnya.

Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) dan motivasi perkembangan (growth motivation).
Pergeseran pola konsumsi masyarakat secara berkala dipantau oleh pemerintah. Tujuannya adalah untuk kepentingan regulasi bidang ekonomi.

Survei yang cukup detail menjelaskan pola pergeseran konsumsi adalah melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan oleh BPS.

Khusus untuk Survei Biaya Hidup (SBH) proses up date dilaksanakan secara reguler 5 tahunan. Meski pun jangka waktunya tergolong agak lama, namun tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan informasi kondisi terbaru dan angka benchmark pola konsumsi yang kemudian akhirnya digunakan dalam penghitungan inflasi dan deflasi khusus untuk wilayah perkotaan.

Dalam SBH akan didapat informasi nilai konsumsi dasar rumah tangga perkotaan, paket komoditas dan diagram timbang untuk memperbaiki indeks harga konsumen (IHK) tahun dasar sebelumnya, membaca profil sosial ekonomi masyarakat perkotaan, dan kepentingan analisis lainnya. Output paling penting dalam SBH adalah perubahan diagram timbang untuk penghitungan IHK tahun dasar terbaru. Inflasi dan deflasi merupakan persentase perubahan IHK. Inflasi digunakan untuk indeksasi upah gaji, indikator moneter terutama dalam melihat perkembangan nilai uang, asumsi APBN, dan pertumbuhan ekonomi.

Pemutakhiran diagram timbang IHK terakhir diambil berdasarkan SBH 2018 sehingga tahun dasar yang digunakan dalam penghitungan IHK mulai saat ini sudah menggunakan tahun dasar 2018. Sementara untuk melihat pergerakan harga, BPS menggunakan Survei Harga Konsumen (SHK) periodik mingguan, dua mingguan, dan bulanan. Dalam metode pembaruan penghitungan IHK Umum tahun 2018, bobot kota sudah tidak dimasukkan dalam formula penghitungan berbeda dengan tahun 2012. Dalam formula modified Laspeyres, yang kemudian dimasukkan dalam formula adalah nilai konsumsi bulan berjalan sebelumnya dan nilai konsumsi dasar.

Baca Juga:  Tinjau Pelabuhan Bakauheni dan Panjang, Gubernur Pastikan Penanganan Covid-19 di Provinsi Lampung Berjalan dengan Baik

Berdasarkan hasil SBH 2018, tiga kelompok yang memberikan bobot terbesar untuk Kota Bandar Lampung dan Kota Metro belum menunjukkan pergeseran yang tajam dibanding hasil SBH 2012. Tiga kelompok yang memberikan bobot terbesar adalah makanan, minuman, dan tembakau (28,36%), perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar lainnya (19,20%), dan transportasi (13,39%). Sama halnya dengan Kota Bandar Lampung, untuk Kota Metro, tiga kelompok yang memberikan bobot terbesar adalah makanan, minuman, dan tembakau (27,93%), perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar lainnya (14,57%), dan transportasi (14,13%).
Paling menarik diamati adalah pergeseran kelompok kesehatan dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga untuk Kota Bandar Lampung dan Kota Metro. Pada kedua kota tersebut, kelompok kesehatan dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga menunjukkan penurunan bobot yang cukup berarti. Penurunan ini disinyalir efek positif intervensi pemerintah melalui Program BOS, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat. Hasil SBH 2012, bobot pengeluaran kelompok kesehatan di Kota Bandar Lampung sebesar 4,44% sedangkan hasil SBH 2018 menurun menjadi 2,45%. Untuk kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga menurun dari 7,28% pada tahun 2018 menjadi 6,86%. Untuk Kota Metro, bobot pengeluaran kelompok kesehatan menurun dari 6,62% tahun 2012 menjadi 2,08% pada tahun 2018. Untuk kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga menurun dari 7,46% pada tahun 2018 menjadi 7,38%.

Jumlah paket komoditas terpilih hasil SBH 2018 di Kota Bandar Lampung adalah sebanyak 386 komoditas. Di antara 386 paket komoditas terpilih tersebut, 67 terpilih komoditas baru dan 60 komoditas hilang. Lima di antara 67 terpilih komoditas baru adalah baja ringan, popok dewasa, tas travel, tarif kendaraan roda 2 online, tarif kendaraan roda 4 online, dan tarif jalan tol. Sementara itu, 5 di antara 60 komoditas hilang adalah tarif telepon rumah, modem internet, biaya kirim surat, tarif air minum pikulan, dan asbes. Untuk Kota Metro, jumlah paket komoditas terpilih hasil SBH 2018 adalah sebanyak 278 komoditas.

Baca Juga:  Fatay NU Kota Bandar Lampung Sukses Gelar Santunan Anak Yatim

Di antara 278 paket komoditas terpilih tersebut, 58 terpilih komoditas baru dan 43 komoditas hilang. Lima di antara 58 terpilih komoditas baru adalah baja ringan, ongkos binatu/laundry, pendidikan TK, tarif kendaraan roda 2 online, dan tarif kendaraan roda 4 online. Sementara itu, 5 di antara 43 komoditas hilang adalah tarif telepon rumah, modem internet, kursus komputer, tarif puskesmas, dan asbes.

Kelima komoditas baru yang terpilih dan kelima komoditas hilang di kedua kota menggambarkan kecenderungan pola dan informasi yang sama. Terjadi pergeseran konsumsi paket komoditas yang terkesan lebih “kekinian”. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pola pikir dan pola hidup masyarakat di kedua kota semakin maju. Lima komoditas yang terkesan “kuno” sudah mulai ditinggalkan.

Lima paket komoditas terpilih dengan bobot terbesar hasil SBH 2018 antara Kota Bandar Lampung dan Kota Metro memiliki pola berbeda. Untuk Kota Bandar Lampung, 5 komoditas dengan bobot terbesar adalah sewa rumah (4,38%), kontrak rumah (4,37%), tarif listrik (3,95%), beras (3,24%), dan bensin (2,98%). Lima tahun sebelumnya (hasil SBH 2012), 5 komoditas dengan bobot terbesar adalah beras (5,11%), kontrak rumah (4,88%), sewa rumah (4,08%), tarif listrik (3,72%), dan nasi dengan lauk (3,39%). Sementara untuk Kota Metro, 5 komoditas dengan bobot terbesar adalah beras (4,71%), bensin (4,62%), tarif listrik (4,37%), biaya pulsa ponsel (3,70%), dan rokok kretek filter (3,02%). Lima tahun sebelumnya, atau hasil SBH 2012, 5 komoditas dengan bobot terbesar adalah beras (5,99%), tarif listrik (3,27%), nasi dengan lauk (3,02%), bensin (2,75%), dan rokok kretek filter (2,70%).

Inflasi atau deflasi yang diturunkan dari perkembangan IHK adalah salah satu indikator yang perkembangannya secara rutin dipantau pemerintah. Inflasi yang tinggi akan memberikan dampak penurunan daya beli masyarakat terutama bagi mereka yang berada di sekitaran garis kemiskinan. Beberapa studi, secara empiris membuktikan bahwa inflasi dapat mendorong peningkatan kemiskinan. Oleh sebab itu, mengapa beberapa komoditas atau kelompok pengeluaran terterntu harus diawasi dan diintervensi pemerintah? Jawabannya adalah untuk stabilitas harga agar daya beli masyarakat terus terjaga.

Baca Juga:  Kapolda Lampung Ajak Sukseskan WSL Krui Pro

Gun Gun Nugraha
Staf Seksi Statistik Niaga dan Jasa
Bidang Statistik Distribusi
BPS Provinsi Lampung

BIODATA PENULIS

Nama : Gun Gun Nugraha, S.Si., M.S.E.

Pekerjaan : PNS BPS Provinsi Lampung
Staf Seksi Statistik Niaga dan Jasa, Bidang Statistik
Distribusi

Alamat Kantor : Jl. Basuki Rahmat No. 54 Teluk Betung – Bandar
Lampung, 35215 Telp. (0721) 482909-474363,
Faks. (0721) 484329, Email: [email protected],
http://lampung.bps.go.id

Alamat Rumah : Jl. Cut Mutia Gg. Maninjau No. 21 RT. 015
Lingkungan II, Kel. Gulak Galik, Kec. Teluk Betung
Utara, Kota Bandar Lampung

Pendidikan : 1. Magister Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia
2. Sarjana Matematika, Jurusan Matematikan, Fakultas MIPA, Universitas Lampung

Email : [email protected]

HP : 0813 8748 0123

News Feed