BANDAR LAMPUNG (Journal):Salah satu calon Wali Kota Bandarlampung, Irjen.Pol ( Purn), Dr.Drs. Hi. Ike Edwin, SH,MH, secera tegas tidak akan melakukan dan lawan politik uang. Agama Melarang Keras Politik Uang, Politik uang hukumnya haram.
Ike Edwin juga mengatakan, untuk menciptakan Kota Bandarlampung sehat bermartabat yang akan dikenal didunia katanya, dirinya sudah siap bertarung untuk memenangkan pemilihan kepala daerah di kota setempat tanpa melakukan politik uang serta bagi-bagi sembako.
“Selain dilarang konstitusi, praktik ini juga sangat ditentang oleh agama. Islam melarang keras politik uang,”Tegas mantan Kapolda Lampung, saat dikonfirmasi pada Minggu ( 15/3/2020).
Politik pada dasarnya sangat mulia sebagai perantara bagi tujuan terselenggaranya masyarakat yang adil, aman dan sejahtera. Karena hanya sebagai perantara (wasîlah), bukan tujuan akhir (ghâyah), politik seyogianya tak perlu dikultuskan, dilakukan secara membabibuta, hingga mengorbankan tujuan mulia dari politik itu sendiri.
“Kerap kali demi meraih itu, jalan instan ditempuh; mengobral janji manis hingga menebar uang suap atau dalam bentuk barang yang bertujuan mempengaruhi orang agar memilih dirinya atau kelompoknya. Suap dalam bahasa Arab disebut risywah. Islam melarang keras praktik politik uang semacam ini,” ujar Perdana Mentri Kerajaan Sekala beghak ini.
Seperti kita ketahui, Allah berfirman “Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah Ayat 188).
Lebih rincinya dijelaskan lagi dalam hadist yang diwayatkan oleh Ahmad bahwa Rasulullah melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantaranya, yaitu orang yang menghubungkan keduanya.
Bahkan seperti dilansir dari laman website NU Online, dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama sudah menetapkan sejumlah jawaban atas beberapa pertanyaan soal politik uang.
Pertama, apakah pemberian kepada calon pemilih atas nama transportasi, ongkos kerja, atau kompensasi meninggalkan kerja yang dimaksudkan agar penerima memilih calon tertentu, termasuk kategori risywah?
Jawabannya adalah tidak sah dan termasuk kategori risywah (suap). Mengapa demikian? Sebab di balik pemberian si politisi itu terkandung maksud terselubung yang jelas-jelas serupa praktik menyuap agar seseorang memilih dirinya. Pemberian tak lagi murni pemberian, melainkan ada unsur mempengaruhi pilihan politik.
Kedua, sudah lazim kita dapati, politisi memberikan sesuatu kepada calon pemilih atas nama zakat dan sedekah dari harta miliknya. Jika terbesit tujuan agar penerima memilih calon tertentu, apakah termasuk kategori risywah?
Jawabannya: pemberian zakat atau sedekah yang dimaksudkan semata-mata agar penerima memilih calon tertentu adalah tidak sah dan termasuk risywah (suap). Jika pemberian zakat atau sedekah itu dimaksudkan untuk membayar zakat atau memberi sedekah, dan sekaligus dimaksudkan agar penerima memilih calon tertentu, maka zakat atau sedekah itu sah, tetapi pahalanya tidak sempurna, dan sesuai perbandingan antara dua maksud tersebut. Semakin dominan ambisi politiknya dalam pemberian ini, semakin besar pula lenyapnya keutamaan tersebut.
Ketiga, bagaimanakah hukum menerima pemberian yang dimaksudkan untuk risywah oleh pemberi, tetapi tidak secara lisan?
Jawabanya adalah haram bila penerima mengetahui maksud pemberian itu dimaksudkan untuk risywah. Adapun bila penerima tidak mengetahuinya, maka hukumnya mubah. Tetapi bila pada suatu saat mengetahui, bahwa pemberian itu dimaksudkan untuk risywah, maka penerima wajib mengembalikannya.
Di musim pemilu, kecil sekali kemungkinan orang tidak memahami maksud terselubung bila seorang politisi memberinya uang meski tanpa berbicara apa pun. Ketika status risywah benar-benar jatuh, maka ia sama dengan memakan harta haram.
Keempat, apakah penerima risywah haram memilih calon sesuai maksud diberikannya risywah sebagaimana ia diharamkan menerima risywah?
Apabila penerima risywah (suap) memilih calon sesuai maksud diberikannya risywah karena pemberian risywah, maka hukumnya haram sebagaimana ia haram menerima risywah. Tetapi jika ia memilihnya semata-mata karena ia merupakan calon yang memenuhi syarat untuk dipilih, maka hukum memilihnya mubah (boleh). Bahkan wajib memilihnya bila ia merupakan calon satu-satunya yang terbaik dan terpenuhi syarat. Sedangkan menerima risywah tetap haram.(Red).