Bandar Lampung – Kapolri Jenderal Idham Azis menunjuk Wakil Kepala Lemdiklat Polri Irjen Boy Rafli Amar menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Komjen Suhardi Alius. Sementara Komjen Suhardi Alius dimutasi menjadi Anjak Utama Bareskrim Polri.
Penunjukan Irjen Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT itu tertuang dalam Surat Telegram Nomor: ST/1377/V/KEP./2020 yang terbit pada Jumat (1/5). Surat itu ditandatangani atas nama Kapolri, oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.
Penunjukan Irjen Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT disoroti pengamat kepolisian dari Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane. Menurut Neta, penunjukan Irjen Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT oleh TR (telegram rahasia) Kapolri itu adalah sebuah maladministrasi.
“TR Kapolri tentang penunjukan itu bisa dinilai sebagai tindakan melampaui wewenangnya dan hendak memfaitaccompli serta mengintervensi Presiden Jokowi,” kata Neta dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/5).
Kapolri Jenderal Idham Azis pun diminta mencabut dan membatalkan TR pengangkatan Boy Rafli sebagai Kepala BNPT. Sebab menurut Neta, pengangkatan Kepala BNPT adalah wewenang Presiden Bahkan presiden punya wewenang untuk memperpanjang masa jabatan Kepala BNPT yang menjabat sekarang.
Neta mencontohkan, saat Kepala BNPT dijabat Ansaad Mbay, presiden pernah memperpanjang masa jabatannya. Ansaad yang sudah pensiun dari Polri pun tetap menjabat sebagai Kepala BNPT.
“Lalu kenapa Kapolri melakukan intervensi terhadap kewenangan presiden dan terkesan terburu buru hendak mencopot Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius. Ada apa dengan Kapolri,” ujar dia.
Neta mengatakan, berdasarkan Perpres Nomor 46 Tahun 2010 tentang BNPT disebutkan bahwa pengangkatan Kepala BNPT dilakukan oleh Presiden. Jabatan Kepala BNPT juga bisa diisi oleh selain aparatur kepolisian. Artinya non pegawai negeri juga bisa menjabat posisi Kepala BNPT.
Namun demikian, Neta mengamini memang sejak berdirinya BNPT, pimpinannya selalu dari kepolisian. Tapi, tegas dia, bukan serta merta Kapolri bisa main tunjuk dan mengganti Kepala BNPT dengan TR. “Kapasitas Kapolri hanya sebatas mengusulkan pergantian dan calon pengganti kepada Presiden, bukan melakukan intervensi dan memfaitaccompli presiden dengan TR serta menunjuk pejabat barunya,” kata dia.
Neta menilai penggantian Kepala BNPT oleh Kapolri melalui TR (telegram rahasia), memberi kesan bahwa BNPT ada di bawah kendai Polri. Padahal menurut Neta, bahwa Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merupakan lembaga yang bergerak di bawah komando Presiden. “BNPT ini bertanggungjawab kepada presiden,” tegas Neta.
Neta menduga, ada kesalahan administrasi dalam penunjukan Irjen Boy Rafli sebagai Kepala BNPT oleh TR Kapolri tersebut. Oleh sebab itu, Neta berharap penunjukkan Irjen Boy Rafly sebagai Kepala BNPT dapat dibatalkan segera. “Dengan adanya kesalahan fatal ini, IPW mendesak Kapolri segera membatalkan TR pengangkatan Irjen Boy Rafly sebagai Kepala BNPT,” ujar dia.
Dia pun berharap Presiden Jokowi memperpanjang masa jabatan Komjen Suhardi Alius sebagai Kepala BNPT. Sebab menurut Neta, Suhardi masih sangat berkompeten mengemban jabatan tersebut. “Selama menjabat sebagai Kepala BNPT, Komjen Suhardi Alius tidak bermasalah, semua program BNPT berjalan lancar, termasuk program deradikalisasi,” kata Neta.
Neta berpandangan, meski masa jabatan Suhardi sudah habis sebagai kepala BNPT, namun berkaca dari Ansaad Mbay, eks Kepala BNPT, Presiden Jokowi juga dapat memberikan kembali amanah serupa kembali ke tangan Suhardi. “Tidak ada alasan yang serius untuk mengganti Suhardi Alius, kecuali dia pensiun dari Polri,” jelas Neta.
Neta melihat, karir Suhardi sangat menonjol di BNPT. Selama memimpin BNPT, aksi terorisme di Indonesia cenderung meredup, sehingga Densus 88 bisa semakin bekerja memberantas kelompok teror tersisa “Tim Densus 88 dapat membersihkan kantong kantong terorisme dengan landai di berbagai daerah,” tandasnya. (Ricardo Hutabarat)