SAYA baru sempat menonton video wawancara Kadisinfokomtik Provinsi Lampung tentang capaian 33 Janji Kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung, Minggu (13/6) sore tadi. Cukup menarik karena Kadis yang baru ini jauh lebih artikulatif dan akrobatik ketimbang pejabat sebelumnya.
Langsung saja saya akan memberikan catatan dgn urutan sesuai pernyataan-pernyataan dalam wawancara tersebut:
1) Saya mulai dari pernyataan Kadis Infokom tentang visi Lampung Berjaya yang katanya semakin maju, berdaya saing, aman dan berkontribusi bagi pembangunan nasional.
Kalau pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar petani sekarang menjadi yang paling tertinggal di Sumatera, padahal sebelumnya juara 1 atau paling tidak runner up apakah dapat dikatakan sebuah kemajuan?
Apakah bisa dibilang Lampung semakin berdaya saing? Kalau tingkat kematian akibat Covid-19 dua kali lipat rata-rata nasional apakah bisa mengklaim bahwa sekarang keselamatan jiwa rakyat Lampung lebih aman.
Bukankah pertumbuhan ekonomi yg menurun drastis hingga minus dua itu justru menunjukkan kontribusi PDB Lampung terhadap PDB Nasional juga menurun?
2) Terkait klaim tentang 33 Janji Kerja yang telah dimulai dan sedang ditunaikan, sebaiknya Kadis Infokomtik bersepakat dulu dgn Kepala Bappeda tentang jumlah poin janjinya.
Kadis Infokomtim bilang sudah 24 poin janji sementara beberapa hari sebelumnya Kepala Bappeda mengatakan ke media bahwa sudah 26 poin.
Bukankah katanya dibutuhkan sampai satu tahun penuh masa jabatan untuk konsolidasi ASN Pemprov dan membangun sinergi Pemkab/Pemkot se-Lampung?
Kalau antar OPD saja keterangannya masih berbeda-beda padahal ini sudah di akhir tahun kedua masa jabatan, jangan-jangan proses konsolidasi ASN di lingkungan Pemprov sendiri masih juga belum selesai sampai sekarang.
3) Tahun kedua masa jabatan Arinal-Nunik konon katanya difokuskan untuk penanganan pandemi, kalau begitu bisakah diakui bahwa capaian terkait kerja 3 T yaitu rasio Testing dan Tracing, angka kematian dan persentase vaksinasi Lampung yang sampai hari ini masih buruk jika dibandingkan rata-rata nasional merupakan capaian terbaik kerja fokus penanganan pandemi sepanjang tahun keduanya masa jabatan Arinal-Nunik?
4) Kadisinfokomtik sebaiknya melakukan update data terlebih dahulu sebelum mengulas tentang struktur PDRB Lampung. Dari sisi sektor usaha 60% lebih PDRB Lampung terbentuk dari sektor pertanian (29,15%), industri pengolahan (19,32%) dan perdagangan (11,43%).
Sektor pertanian memang masih yg terbesar tetapi tidak lagi 50, 60, bahkan 70% seperti yang ditebak-tebak Kadis. Pengeluaran pemerintah (government expenditure) pun hanya 5,78% dalam struktur PDB jika dilihat menurut pengeluarannya, jadi efeknya tidak sedramatis yg diilustrasikan oleh Kadis Infokomtik seakan-akan pengeluaran pemerintah yang menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi Lampung.
Justru pengeluaran konsumsi rumah tangga yg berkontribusi sebesar 63,76% terhadap PDRB tidak dibahas, pertumbuhan negatif pengeluaran konsumsi rumah tangga yg telah terjadi sejak Quarter 2 tahun 2020 sampai Quarter 1 tahun 2021 ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian atau populer disebut daya beli masyarakat Lampung trennya memang semakin turun dan melemah.
Kesalahan kutip tentang NTP Mei 2021 juga seperti menunjukkan kurangnya atensi Pemprov terhadap kondisi petani. NTP Lampung masih berada di bawah rata-rata nasional yaitu di 99,88 dan masih terpuruk di papan bawah di Sumatera. Angka 1,21% yg dikutip Kadis Infokom bukanlah angka NTP, tetapi angka kenaikannya dibandingkan bulan April 2021.
Analogi yg disampaikan bahwa kalau sebelumnya Lampung di angka 7 sementara daerah lain di angka 5 dan sekarang sama-sama turun ke angka 3 yang diimbuhi kata “seolah-olah” Lampung turun lebih banyak benar-benar menghina kemampuan berfikir logis dan matematis publik. Sudah tentu penurunan dari angka 7 ke angka 3 lebih dalam daripada dari angka 5 ke angka 3. Karena itulah di awal tulisan ini saya katakan Kadisinfokomtik yang baru jauh lebih akrobatik dibandingkan yang lama.
5) Khusus terkait komoditas singkong masih perlu dibuktikan apakah semua langkah yang telah diambil dan dipublikasikan oleh Pemprov memang nyata-nyata telah berhasil meningkatkan harga jual dari petani ke pengusaha tapioka. Sayangnya tidak ada data kongkrit disajikan yang membandingkan kondisi sebelum dan sesudah Gubernur sebagai regulator tergopoh-gopoh membuat kesepakatan dengan pelaku usaha.
Pertanyaan isengnya adalah, mengapa baru bertindak setelah hampir dua tahun masa jabatan? Tetapi okelah kita maklumi keterlambatan itu asalkan memang bisa ditunjukkan bahwa kebijakan yang telah diputuskan benar-benar efektif.
6) Sajian data tentang KPB juga masih perlu dicermati karena patut diduga masih menggunakan data penerima KUR Pertanian dari Kementan mengingat data base yang digunakan sama-sama menggunakan jaringan yg dimiliki BNI sebagai penyalur KUR Pertanian di Lampung.
Yang menarik dikatakan bahwa sudah ada transaksi melibatkan 42 ribu petani dgn nilai transaksi Rp8,9 M. Jika dirata-rata itu berarti nilai transaksi setiap orangnya hanya senilai Rp212 ribu, sudah paling banyak hanya bisa untuk membeli pupuk bersubsidi tidak lebih dari 100 kg per orangnya.
Jika transaksi itu diasumsikan sebagai transaksi penjualan GKP (Gabah Kering Panen) maka rata-rata hanya cukup untuk penjualan 55 kg gabah saja per orang petaninya.
7) Saya tadinya tidak ingin bicara tentang Harbour City, tetapi kali ini mulai tergelitik juga. Proyek ambisius ini diperkirakan akan menelan biaya hampir 3 triliun yang ditanggung bersama oleh PT Hutama Karya, PT ASDP, PT ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) dan Pemprov Lampung.
Soal keuangan Pemprov kita tidak perlu bahas lagi karena untuk pembiayaan infrastruktur dasar seperti jalan-jalan provinsi saja masih dicarikan sumber dan modelnya.
Hutama Karya dalam laporan keuangan tahunannya jelas sedang dalam keadaan merugi lebih dari Rp2 triliun, sedangkan ASDP mengalami penurunan laba secara signifikan tidak sampai 200 miliar.
ITDC yang sumber uangnya dari hak pengelolaan kawasan wisata Nusa Dua Bali dan Mandalika Lombok tidak perlu kita dalami lagi, pertumbuhan ekonomi Bali dan Lombok yang mengalami kontraksi sangat dalam sudah cukup menjadi cerminan kondisi keuangan yang dialami oleh ITDC.
Sebagai sebuah gagasan kita perlu apresiasi, tetapi tergesa-gesa percaya bahwa akan segera terwujud tampaknya menjadi sikap yang kurang bijaksana.
Semoga catatan kaki ini bisa menjadi penambah semangat bekerja Pak Gubernur dan Ibu Wagub di sisa tiga tahun masa jabatan mereka, supaya jika daerah lainnya jatuh terduduk dipukul pandemi jangan sampai Lampung malah jatuh terkapar. Semoga Allah SWT memudahkan semua ikhtiar para pemimpin daerah di Lampung agar dapat menunaikan janji-janji kampanye dan sumpah jabatan yang telah mereka ikrarkan sebelumnya.
Aamiin.
*Pengamat Pembangunan Daerah
Komentar