oleh

Lampung Makin Tidak Berjaya, IPM dan Pertumbuhan Ekonomi Terendah di Sumatera

Masalah Indek Pembangunan Manusia (IPM) dan pertumbuhan ekonomi terendah se-Sumatera serta pemborosan Anggaran menjadi sorotan tiga fraksi DPRD Lampung dalam rapat paripurna tingkat I pandangan umum Fraksi-fraksi dalam Kebijakan Umum APBD (KUA) – Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran (TA) 2022, Selasa (16/11).

Heni Susilo juru bicara Fraksi PKS mengungkapkan jika IPM Lampung per 2020 berada di angka 69,69 dan menjadi yang terrendah di Sumatera.

Sedangkan menurut Heni, IPM merupakan ukuran standar kualitas SDM suatu wilayah dengan 3 dimensi sebagai cerminan, yakni dimensi kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.

Dan untuk tingkat nasional angka IPM tersebut berada di bawah rata-rata nasional (71,94). Fraksi PKS menilai hal itu harus menjadi evaluasi bagi eksekutif.

Sementara Fraksi Partai DPI Perjuangan mengungkapkan adanya pemborosan anggaran pada Kebijakan Umum APBD (KUA) Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran (TA) 2022. 

Melalui juru bicaranya Budhi Chondrowati, pemborosan terjado pada plafond anggaran di lingkungan sekretariat daerah yang kegiatannya hanya Rakor dan Konsultasi namnun mencapai nilai fantastis sebesar Rp 14,432 miliar.

“Kalau dicermati dan dijumlahkan anggaran rakor dan konsultasi SKPD di dalam tahun 2022 dilakukan sebanyak 180 kali dengan biaya Rp 14,432 miliar. Padahal hari kerja dalam tahun 2022 hanya 260 hari kerja, ini berarti setiap dua hari sekali selama setahun rakor terus, dan rapat dilingkup sekda menghabiskan anggaran Rp14,9 miliar,”urai Budhi.

“Kami melihat bahwa dalam masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, program dan kegiatan yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat, penguatan perekonomian masyarakat, perlu mendapat porsi lebih besar, terarah, dan mendapat prioritas. Sehingga sasaran yang ingin dicapai dapat tercapai. Seperti pertumbuhan ekonomi menjadi 4,3-5,3 persen. Tingkat pengangguran terbuka menjadi 4,7 persen. Tingkat kemiskinan menjadi 11,4-12,05 persen,” jelasnya.

Baca Juga:  Unila Bisa Terjebak Lingkaran Setan Korupsi

Belanja operasional Pemprov sebesar Rp 4,1 Trilyun menuai sorotan dari Fraksi Demokrat, besarnya alokasi tersebut tak sebanding dengan belanja modal yang hanya Rp 1,4 Trilyun dan belanja transfer sebesar Rp 1,3 Trilyun.

Juru bicara Fraksi Demokrat Deni Ribowo mengatakan dari angka belanja operasional sebesar itu tidak hanya habis untuk operasional kegiatan-kegiatan rutin semata. “Namun sebesar-besarnya dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, tegas Deni.

Terlebih, kata dia, semua tahu bahwa dampak pandemi ini memukul sektor ekonomi begitu telak. “Pertumbuhan ekonomi kita bukan hanya melambat, namun juga nyaris terhenti,” kata dia.

Bahkan, Selama hampir 2 tahun ini, Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung selalu berada dibawah rata-rata nasional. “Bahkan selalu masuk dalam urutan bawah se Sumatera,” kata dia.

Dalam kesempatan itu, F-Demokrat juga menyoroti penurunan pendapatan daerah provinsi Lampung tahun 2022 sebesar Rp6,5 triliyun. Yang menurutnya terjadi penurunan yang signifikan dari tahun 2021 sebesar Rp7,5 triliyun

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed