Bandarlampung,Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Mohammad Mukri mengatakan bahwa PBNU tidak akan ikut terjebak dalam dukung mendukung Calon Presiden maupun Calon Wakil Presiden. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada Capres atau Cawapres yang mengatasnamakan NU pada Pilpres 2024. Hal ini juga sudah ditegaskan oleh Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam berbagai kesempatan.
Prof Mukri mengungkapkan empat alasan yang mendasari kebijakan PBNU saat ini yang selaras dengan keputusan muktamar ke-27 yang berlangsung di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo tahun 1984, yang menyatakan NU diri kembali ke khittah. Khittah ini adalah kembali menjadi organisasi keagamaan, karena dalam kurun waktu 1952-1984 NU berposisi sebagai partai politik.
Alasan pertama menurut Prof Mukri adalah agar NU tidak terjebak dengan politik praktis. Pencalonan dan pengusungan para Capres dan Cawapres lanjutnya, cukup dilakukan oleh partai-partai politik. NU dalam hal ini tidak ikut-ikutan masuk dalam dukung mendukung dan memposisikan diri netral.
“Kedua, agar bangsa ini tidak semakin terbelah oleh politik identitas,” tegasnya, Jumat (13/1/2023)
Bangsa Indonesia harus belajar dari konflik berkepanjangan yang terjadi di berbagai negara yang diakibatkan oleh politik identitas yang membawa nama agama, suku dan identitas lainnya yang bisa memecah belah bangsa. Ia menyebut seperti konflik di India, Myanmar, dan beberapa negara di Afrika yang para politisinya ‘jualan’ identitas agama.
“Yang akhirnya nyaris tiada hari tanpa kekerasan terhadp kelompok minoritas yang beda agama, paham, atau madzhab,” ungkapnya.
Alasan ketiga adalah menjaga kesepakatan para pendiri bangsa yang telah sepakat dalam beberapa hal pokok yakni Pancasila, Bhineka Tunggal Eka, NKRI, dan UUD 45 yang sering disingkat juga dengan PBNU. “Silahkan kita berbeda dalam hal-hal lain yang bersifat furu’ (cabang/bukan prinsip). Tapi harus duduk bersama,” ujarnya.
Alasa keempat adalah menghindari perpecahan warga NU yang memang memiliki pilihan politik yang berbeda-beda. Terlebih jumlah warga NU yang banyak yang berdasar hasil berbagai survey terbaru sekitar 57, 9 dari 89, 7 warga muslim di Indonesia adalah warga NU. Karena faktanya saat ini warga NU hampir ada di semua partai.
“Artinya warga NU hari ini di atas 125 juta jiwa. Sayang dan kasihan kalau nanti NU hanya diklaim oleh satu partai, dan partai itu suaranya tdk lebih dari 10 persen pemilih,” katanya. (MF)
Komentar