oleh

Kejati Pulbaket Dugaan Penyimpangan Dana BOS Bandar Lampung

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung memastikan, skandal dugaan penyimpangan dana BOS di Bandar Lampung itu, tengah ditelusuri oleh tim pidana khusus.

“Memang benar, saat ini Kejati sedang memeriksa dan mengumpulkan data-data juga dokumen atas kegiatan tersebut,” jelas Kasi Penkum Kejati Lampung, Ricky Ramadhan, Senin (6/11/2023), di ruang kerjanya.

Ditambahkan, tim teknis dari pidana khusus Kejati tengah bekerja untuk menelisik dugaan penyimpangan penggunaan dana BOS tahun 2022 di Kota Bandar Lampung.

“Nanti kalau tim teknis pidsus telah lengkap pengumpulan datanya, pasti kami sampaikan ke publik,” ucap Ricky Ramadhan.

Ia meminta masyarakat untuk bersabar. Karena menelusuri dugaan penyimpangan penggunaan dana BOS ini memakan waktu.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejak Jum’at (20/10/2023) silam, telah beredar kabar di kalangan kepala SDN dan SMPN se-Bandar Lampung, jika mereka akan dimintai keterangan oleh pihak Kejaksaan terkait penggunaan dana BOS tahun 2022.

Adanya gerakan Kejati Lampung dalam mengurai benang kusut penggunaan dana BOS yang ditengarai bermasalah miliaran rupiah itu, mendapat apresiasi dari anggota Komisi 4 DPRD Kota Bandar Lampung.

“Kami sangat mengapresiasi apa yang dilakukan Kejati. Harapan kami, semua indikasi penyimpangan dana BOS bisa diungkap secara transparan dan yang memenuhi unsur tindak pidana korupsi, bisa diselesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” kata Hermawan, politisi muda asal Partai Gerindra.

Sebagaimana diketahui, Hermawan yang berlatarbelakang advokat, pada Kamis (12/10/2023) lalu, bersama koleganya dari Partai Golkar, Ali Wardana, menyampaikan masalah dugaan penyimpangan dana BOS ini ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek di Jakarta. 

“Kami menyampaikan berbagai data dan fakta, termasuk informasi di media massa, kepada pejabat di Kementerian. Harapan kami, ada langkah-langkah konkret dalam menindaklanjuti dugaan penyimpangan penggunaan dana BOS tahun 2022 di Disdikbud Bandar Lampung,” kata Hermawan melalui telepon. 

Baca Juga:  Jalin Sinergitas , Lapas Kelas I Rajabasa Terima kunjungan Kodim 0410 dan Ramil 410-06

Menurut anggota Komisi 4 DPRD Bandar Lampung yang merupakan mitra kerja Disdikbud, adanya temuan BPK RI Perwakilan Lampung atas penyimpangan penggunaan dana BOS hingga Rp 4,7 miliar, bukan persoalan sederhana. 

“Kami juga sampaikan adanya 554 orang guru tidak tetap yang belum legal secara administrasi kepegawaian telah diberi honorarium dari dana BOS. Jelas hal itu menyalahi juklak dan juknis. Kita akan telusuri siapa saja ratusan guru tersebut, apa benar semua menerima honorarium. Karena ada informasi, ratusan nama yang disebut guru tidak tetap tersebut, diduga fiktif,” lanjut Hermawan.

Sebagaimana diketahui, pada APBD 2022 lalu Pemkot Bandar Lampung menganggarkan dana BOS sebesar Rp 99.034.181.101, dan terealisasi Rp 95.616.484.813 atau 96,55%.

Dari anggaran mendekati Rp 100 miliar tersebut, ditengarai terjadi salah penggunaan sebanyak Rp 4.753.883.800. Dana BOS Rp 4.735.919.500 tersebut, diberikan kepada ratusan “guru ilegal”, yaitu para guru tidak tetap yang belum tercatat pada administrasi dapodik dan guru tidak tetap yang belum memiliki NUPTK.

Yaitu berupa pemberian honorarium bagi 149 orang guru tidak tetap yang belum tercatat dalam dapodik, dengan menggunakan dana BOS sebanyak Rp 1.150.210.000, dan menggelontorkan Rp 3.585.709.500 bagi 405 orang guru tidak tetap yang belum memiliki NUPTK

Atas kasus pemberian honorarium kepada 554 orang “guru ilegal” menggunakan dana BOS 2022 sebesar Rp 4.735.919.500 tersebut, BPK RI Perwakilan Lampung merekomendasikan kepada Kepala Disdikbud Bandar Lampung, Eka Afriyana, untuk mengembalikan keseluruhan dana yang dibagikan kepada pihak yang tidak sesuai ketentuan petunjuk teknis penggunaan dana BOS itu ke kas daerah.

Sementara, dari uji petik yang dilakukan BPK RI Perwakilan Lampung hanya kepada lima SMPN dan 10 SDN dari ratusan lembaga pendidikan negeri yang menjadi tanggung jawab Disdikbud Bandar Lampung, terkait bukti pertanggungjawaban atas penggunaan dana BOS, diketemukan adanya realisasi yang tidak sesuai ketentuan sebanyak Rp 4.735.883.800

Baca Juga:  OJK Gelar Capacity Building Bagi Para Pengelola LKM di Provinsi Lampung

Dari penyimpangan sebesar Rp 4,7 miliar itu, yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai petunjuk teknis dan telah mengemplang uang BOS sebesar Rp 28.132.000, karena dipakai untuk biaya makan minum harian para guru. 

Hal itu terjadi pada SDN 2 Rawa Laut, yang memakai dana BOS untuk makan minum guru sebanyak Rp 26.382.000, dan di SDN I Langkapura Rp 1.750.000.

Yang lebih parah terjadi pada SDN I Sukarame. Menurut pemeriksaan BPK, terdapat penggunaan dana BOS untuk pembayaran honor kepada lima guru tidak tetap dengan nominal seharusnya masing-masing menerima Rp 900.000 per-bulan. Sehingga total dana yang dikeluarkan dari dana BOS sebesar Rp 54.000.000

Namun faktanya, kelima guru tidak tetap tersebut hanya diberi honor per-bulan antara Rp 500.000 sampai Rp 600.000 dari yang seharusnya Rp 900.000 sesuai SK Kepala SDN I Sukarame. 

Lalu uang potongan dari hak lima guru tidak tetap tersebut untuk apa? Baik Kepala SDN I Sukarame maupun Bendahara BOS mengajukan alasan, selisih pembayaran honor terhadap lima guru tidak tetap digunakan untuk membiayai kegiatan sekolah yang tidak terduga.

Ironisnya, Kepala SDN I Sukarame dan Bendahara BOS tidak bisa menunjukkan bukti adanya kegiatan tidak terduga dimaksud. 

Atas adanya pemotongan honor terhadap lima orang guru tidak tetap, terdapat penyimpangan penggunaan dana BOS sebesar Rp 21.600.000.

Juga ditemukan penyimpangan penggunaan dana BOS pada SDN I Sukarame, SDN I Kota Karang, SDN I Langkapura, SDN I Palapa, SDN I Rawa Laut, SDN I Sukabumi menyangkut pemberian honor tenaga kependidikan yang melebihi SK, pembelian snack kegiatan, nilai pada bukti pertanggungjawaban lebih rendah dibandingkan dengan nilai pada SPJ, hingga kegiatan yang beririsan serta tidak terdapat pelaporan pertanggungjawaban belanja BOS

Baca Juga:  Peletakan Batu Pertama Gedung Kantor Bhayangkari Daerah Lampung

Dari penggunaan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya ini, telah terjadi penyimpangan penggunaan dana BOS sebesar Rp 16.420.600

Dimana pada SDN I Kota Karang dari nilai realisasi belanja Rp 19.500.000, nilai belanja riil hanya Rp 14.000.000, terdapat selisih Rp 5.500.000.

Pada SDN I Langkapura, dari nilai realisasi belanja Rp 3.150.000, belanja riil Rp 1.050.000, sehingga terdapat selisih Rp 2.100.000.

Yang terjadi pada SDN I Palapa sangat keterlaluan. Dari nilai realisasi belanja Rp 2.310.000, nilai riilnya 0 alias tidak dipergunakan, sehingga tercatat selisihnya Rp 2.310.000.

Sedang pada SDN I Sukabumi, dengan nilai realisasi belanja Rp 1.200.000, realisasi riilnya Rp 836.600, dengan demikian ada selisih Rp 363.400. SDN 2 Rawa Laut dengan realisasi belanja Rp 7.450.000, belanja riilnya Rp 5.615.300, terdapat selisih Rp 1.834.700.

Dan pada SDN I Sukarame dengan nilai realisasi belanja Rp 1.800.000, belanja riil Rp 630.000, terjadi selisih Rp 1.170.000

Terkait dengan penggunaan dana BOS yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban, terjadi pada tujuh lembaga pendidikan dengan nilai Rp 14.691.700.

Hal itu terjadi pada SDN I Kota Karang sebesar Rp 1.000.000, SDN I Langkapura Rp 1.525.000, SDN I Palapa Rp 6.178.500, dan SDN I Sukabumi Rp 840.000, dan SMPN 14 Bandar Lampung senilai Rp 960.000

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed