Kabar dihentikannya penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan anggaran makan minum Bupati-Wabup Lampung Timur (Lamtim) oleh Kejaksaan Negeri setempat karena Bupati Dawam telah mengantar langsung uang kerugian negara, Selasa (6/2/2024) kemarin, dikritisi oleh Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi & Hukum (MPDH) Provinsi Lampung, Jupri Karim.
“Kalau benar Kejari Lamtim menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam penggunaan anggaran makan minum bupati-wabup tahun 2022 hanya karena kerugian keuangan negara telah dikembalikan, secara nyata pimpinan Kejari telah mempermalukan Kejati Lampung,” kata Jupri Karim, Selasa (6/2/2024) malam.
Mengapa demikian? “Karena faktanya, Kejati Lampung tetap meneruskan proses dugaan korupsi di KONI Lampung tahun anggaran 2020 walau kerugian negara sebesar Rp 2,5 miliar telah dikembalikan. Bahkan Kejati telah menetapkan dua tersangka, dengan tetap membuka kemungkinan bertambahnya tersangka baru,” urai aktivis antikorupsi ini.
Bagi Jupri Karim, kasus KONI Lampung dan makan minum Bupati-Wabup Lamtim seirama. Karena telah sama-sama mengembalikan kerugian negara.
“Lalu mengapa keputusan yang diambil Kejari Lamtim berbanding terbalik dengan yang dilakukan Kejati Lampung. Ini yang menarik untuk diusut. Menurut saya, sikap Kejari Lamtim ini secara nyata telah mempermalukan Kejati Lampung. Inilah saatnya Jaksa Bidang Pengawasan (Jamwas) melakukan pemeriksaan bagi internalnya di Kejari Lamtim. Bagaimana masyarakat bisa percaya dengan penegakan hukum, jika institusi yang sama bersikap berbeda dalam kasus yang seirama,” imbuhnya.
Direktur MPDH Provinsi Lampung ini meminta, demi penegakan hukum yang tidak tebang pilih dan sesuai ketentuan perundang-undangan, Kejari Lamtim melanjutkan proses kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan anggaran makan minum Bupati-Wabup Lamtim tersebut. Karena pengembalian kerugian negara tidak bisa menghentikan atau menggugurkan proses hukum pada tindak pidana korupsi, melainkan hanya sekadar meringankan.
“Yang tidak perlu dilanjutkan ke persidangan adalah kasus tipikor dengan kerugian uang negara tidak lebih atau dibawah Rp 50 juta. Dan ini tercantum dalam Surat Edaran Kejaksaan Agung Nomor: B-113/F/Fd.1/05/2010. Selain itu, harus terus dilanjutkan sampai proses persidangan. Bahwa nanti majelis hakim memutus bebas atau hukuman, itulah penegakan hukum yang sesungguhnya di negeri ini,” urai Jupri Karim lagi seraya menegaskan, sesungguhnya aparat Kejari Lamtim lebih memahami aturan tersebut.
Sebagaimana diketahui, Selasa (6/2/2024) siang kemarin, Johan Abidin, pelapor kasus dugaan tipikor makan minum Bupati-Wabup Lamtim, membuka suara jika ia mendapat informasi dari Kasi Pidsus Kejari Lamtim, Marwan, bila perkara kejahatan anggaran tersebut dihentikan penyelidikannya. Dengan alasan telah dikembalikannya kerugian negara.
“Sebagai pelapor kasus ini, barusan saya menghubungi Pak Marwan. Beliau menyatakan, penyelidikan kasusnya ditutup karena kerugian negara sudah dikembalikan. Menurut Pak Marwan, dengan pengembalian kerugian negara, maka tidak ada alasan lagi bagi pihaknya meneruskan proses hukum dugaan tipikor itu,” lanjut Johan Abidin, warga Dusun V Gunung Sugih Besar, Kecamatan Sekampung Udik, Lamtim.
Aktivis antikorupsi ini menyatakan kekecewaannya atas keputusan Kejari Lamtim tersebut. Karena secara tidak langsung terjadi pembiaran atas terjadinya praktik dugaan korupsi di lingkungan Pemkab Lamtim.
“Secara tidak langsung dengan keputusan ini memberi sinyal kepada pejabat Lamtim, silakan saja korupsi, kalau ketahuan tinggal mengembalikan. Semua selesai. Hal ini tentu sangat menyakiti hati rakyat Lamtim sekaligus bukti jika Kejari tidak mendukung program pemberantasan tipikor,” ucap Johan Abidin seraya menyatakan, dirinya akan segera mendatangi kantor Kejari Lamtim guna meminta surat resmi penghentian penyelidikan kasus yang dilaporkannya untuk selanjutnya menghadap Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung RI dan Ketua Komisi III DPR RI guna menyampaikan laporan tertulis sekaligus mendiskusikan persoalan tersebut.
Untuk diketahui, pada Selasa (6/2/2024) siang, Kejari Lamtim menerima pengembalian uang sebesar Rp 1.490.242.750 hasil temuan BPK RI Perwakilan Lampung dalam penggunaan anggaran makan minum bupati-wabup pada Bagian Umum Setdakab Lamtim tahun anggaran 2022.
Tidak alang-kepalang, pengembalian uang Rp 1,4 miliar lebih yang sempat menjadi “bancakan” oknum pejabat pemkab ke Kejari Lamtim itu, dikawal langsung oleh Bupati Dawam Rahardjo, didampingi Kabag Umum, Triwahyu Handoyo, dan Inspektur Lamtim, Ahmad Zainudin. Mereka diterima Kajari Agus Baka Tangdililing, Kasi Pidsus, Marwan, dan Kasi Intel, Muhammad Roni.
Menurut Kajari Lamtim, setelah pihaknya menerima pengembalian dana yang sempat dikemplang oknum pejabat tersebut, uang itu akan dimasukkan ke kas daerah Pemkab Lamtim.
Jauh sebelumnya beredar kabar, bila dalam perkara kejahatan anggaran ini telah ada pengembalian uang ke kas daerah sebesar Rp 600.000.000. Disebut-sebut, yang mengembalikan adalah Gunawan, Kabag Umum Pemkab Lamtim tahun 2022 lalu.
Bila benar kabar Gunawan mengembalikan Rp 600.000.000 dan Selasa (6/2/2024) siang Bupati Dawam Rahardjo menyerahkan uang Rp 1.490.242.750, maka yang diterima Kejari Lamtim totalnya mencapai Rp 2.090.242.750. Sementara hasil temuan BPK RI Perwakilan Lampung penyimpangan anggaran sebesar Rp 1,6 miliar. Dengan kalkulasi demikian, maka terdapat kelebihan pengembalian Rp 490.242.750.
Sebagaimana diketahui, pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemkab Lamtim Tahun 2022, yang dirilis 16 Mei 2023 silam, diuraikan adanya indikasi kejahatan anggaran pada belanja makan minum bupati-wabup setempat sebanyak Rp 1,6 miliar.
Modusnya dengan memalsukan tandatangan, cap, dan mark up atas belanja yang sebenarnya. Seperti temuan pada CV S sebagai penyedia jasa makan minum, tercatat menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sebesar Rp 1.017.418.000. Faktanya, terdapat selisih dengan nilai belanja yang sebenarnya mencapai Rp 656.304.750.
Lalu Rumah Makan B, yang didalam SPJ sebagai penyedia jasa makan minum sebesar Rp 267.438.000. Kenyataannya, tidak pernah ada transaksi.
Pun Rumah Makan SR, yang ditulis menerima jasa penyediaan makan minum untuk bupati-wakil bupati sebesar Rp 363.600.000, dan Warung D yang ditulis menerima jasa sebanyak Rp 477.900.000. Kedua tempat usaha ini sama sekali tidak pernah menerima jasa penyedia makan dan minum sebagaimana SPJ yang disampaikan ke BPK. (fjr)
Komentar