Ada perda tentang literasi. Dibentuk juga satgas-satgas literasi. Lantas, tak sedikit muncul forum guru yang katanya peduli literasi. Tapi indeks literasi Lampung dari tahun ke tahun malah melorot.
Pernyataan itu disampaikan Hendri Std, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Lampung, usai rapat bersama jajarannya. Sebagai organisasi perusahaan media yang merupakan konstituen Dewan Pers, AMSI Lampung memang mengukuhkan diri untuk menaruh perhatian besar terhadap perkembangan literasi, khususnya literasi digital, di Sai Bumi Ruwa Jurai.
“Saya lihat kondisi literasi di Lampung bukan hanya sekadar memprihatinkan. Tapi lebih dari itu, ironis. Bagaimana tidak, Lampung ini sudah memiliki Perda Nomor 17 tahun 2019 tentang Peningkatan Budaya Literasi. Di perda tersebut ada tekenan Gubernur dan Ketua DPRD. Kemudian perda ini disahkan melalui rapat paripurna anggota dewan. Jadi sah sudah sebagai sebuah regulasi. Layaknya sebuah undang-undang maka tak sekadar harus dipatuhi secara normatif, tapi juga harus dijalankan secara konkrit,” papar Hendri Std, Kamis (9/5/2025).
Ironisnya, sambung pemimpin umum portal berita Netizenku.com ini, perda tersebut baru direspon sebatas alakadarnya saja. Tak ubahnya seperti sedang menggugurkan kewajiban semata. “AMSI Lampung sudah menginvestigasi sekaligus menginventarisir ini. Kami sudah menghimpun data-data dan fakta. Sikap stakeholder yang terkait langsung dengan perda tersebut bisa dibilang bukan lagi setengah hati, tapi lebih menyedihkan dari itu.
Ada lembaga, strukturnya tertera, program-programnya panjang tertulis. Tapi pelaksanaannya jauh panggang dari api. Apa pola-pola serupa ini mesti terus dibiarkan, sambil nanti kita melihat indeks literasi di Lampung anjlok terjun bebas?” tukas Hendri Std.
Dia menambahkan, pada Perda Nomor 17 tahun 2019 jelas tertera instruksinya bahwa pelaksanaan kegiatan literasi di Lampung dilakukan secara terintegrasi dari berbagai stakeholder terkait. Tapi hingga kini AMSI Lampung justru menemukan kalaupun ada kegiatan bernuansa literasi, pelaksanaannya masih parsial.
“Ya memang tidak bisa banyak berharap, kalau paradigma tiap stakeholder masih menggenggam prinsip asal menggugurkan kewajiban saja,” kata Hendri Std.
Menyikapi kondisi itu AMSI Lampung akan menghelat Forum Group Discussion (FGD) yang akan dilangsungkan akhir Mei ini. “Kami akan mengundang berbagai stakeholder terkait perda Nomor 17 tahun 2019. Kami juga mengundang keynote speaker dari kalangan akademisi dan kepala daerah yang telah menaruh perhatian konkrit terhadap perkembangan literasi. Melalui forum ini kami akan merumuskan sekira solusi apa yang bisa memecahkan kebuntuan pengembangan budaya literasi yang selama ini mandeg di Lampung,” kata Imelda, selaku ketua penyelenggara FGD.
Lebih lanjut pemilik website Voxlampung.com ini menjelaskan, FGD juga akan mengundang para pegiat literasi di Lampung yang telah banyak berkiprah secara mandiri. “Ini juga menjadi fenomena menarik. Dimana banyak kawan-kawan pegiat literasi yang mampu menjalankan program secara militan dengan kemampuan swadaya. Sementara di sisi lain ada institusi pemerintahan yang mengemban tugas langsung bagi pelaksanaan perda tapi kenyataannya justru nyaris tidak melakukan apa-apa,” katanya.
Untuk itu, imbuh Ketua Bidang Pendidikan AMSI Lampung ini, pada FGD nanti akan dibahas hal-hal fundamental yang selama ini kerap tak tersentuh untuk dibicarakan.
“Entah karena ewuh pakewuh untuk dibicarakan di kalangan para stakeholder lantaran mereka sama-sama dari kalangan birokrat. Atau, mereka sendiri sesungguhnya kurang memahami implementasi dari perda tersebut. Semua nanti kita bahas secara terbuka di FGD itu,” pungkas Imelda. (*)
Komentar