Anakku sulung, Argahaya, baru saja selesai mengikuti Olimpiade Fisika Terapan di Bandung. Pesertanya dari beberapa negara. Peru, Estonia dan negara-negara di Asia.
Arga sekarang kelas 10, kelas satu SMA. Beberapa kontestan yang akhirnya cukup akrab dengan Arga ada Alif dari Bangladesh dan Mattias dari Estonia. Keduanya sekira kelas 12 di asal sekolahnya.
Alif baru saja menjuarai kontes robotika sementara Mattias cerita bagaimana Estonia adalah salah satu negara terkemuka untuk iptek dunia.
“Bahasanya mirip dengan Finland dan Norway. Tapi ada beda dialek dan kosa kata,” cerita Arga. Kubecandai, “Dewanya Thor sama Odin dong?” ðŸ¤
Long story short, alhamdulillah Arga berhasil dapat medali perak. Dia cerita bagaimana mendominasinya kontestan Estonia yang memborong emas dari empat kontestan.
Lumayan lah. Dari 80-an peserta, Arga bersepuluh kawan-kawannya masih diganjar Medali Perak. ‘Yang dari Estonia emang jago-jago soal applied-physics,” kata Anom.
Arga setelah tiga lapis kualifikasi, jadi satu-satunya peserta dari Sumatera.
Estonia memang punya reputasi sebagai negara digital terbaik dunia. Skype itu berasal dari sana.
***
Aku iseng ingat, ketika terakhir mudik ke Jogja. Masuk lewat akses timur, Selokan Mataram Gejayan, mata langsung ditombak baliho bongsor. Gambarnya? Mahasiswi UGM yang viral gara-gara “bercyandaaaaaaa”.
Sebuah penghargaan yang paten buat mahasiswi baru yang viral.
Di lain suasana, Arga harus membayar admission-fee sendiri, transportasi, akomodasi dan biaya lain-lain sendiri. Pulang dari Grand Final International Applied Physics Olympiad naik travel karena harga tiket pesawat sedang membumbung ditapuk long-weekend.
Arga bangga? Pasti. Tapi memang ternyata yang bercyandaaa lebih cocok buat diganjar baliho besar ketimbang juara fisika terapan level dunia. Arga paten! (*)
Komentar