Dua bulan terakhir, akselerasi popularitas dan elektabilitas Mirza Djausal melesat. Pilgub Lampung sontak meriah ketika tim, relawan dan simpatisan RMD mulai okegas.
Meminjam tamsil gaya Melayu lawas, gesitnya Mirza bermanuver meliuk-liuk membuatnya jadi penabuh gendang. Ritme pilgub diruwat sedemikian rupa dengan dia jadi sripanggung-nya.
***
Tetiba, di awal pekan ini, menyeruak kehebohan Konferensi Nasi Uduk. Ketika Mirza, Umar Ahmad, Chusnunia bareng Jihan dan Sasa Chalim sarapan bareng.
Uniknya, poros pilpres yang kata orang dulu membara panas jadi langsung adem mengingat Mirza, Umar dan Nunik itu alumnus panglima-panglima perang; 01, 02 dan 03 pilpres di Lampung.
Sebuah political-statement yang sangat lugas kalau kontestasi pilpres itu bukan perkara ruwet apalagi yang keperi bikin mengesumat dendam. Intinya mah, happy-happy aja kalau di kampung sini.
Siapa penabuh gendang Konferensi Nasi Uduk? Mirza itulah. Ibaratnya, tiga patron kuat politik di Lampung (baca: Gerindra, PDIP dan PKB) sedang segendang sepenarian.
Algoritma terkait pilgub langsung membumbung membuncah-buncah. Liwat jangkauan akun sosmed mereka pribadi saja, spontan dan organik kejadian itu trending-topic.
Balik soal segendang sepenarian tadi, kalau di cabor kompetisi, bisa diraba siapa bakal menang dengan melihat siapa yang mendikte ritme. Kubu mana yang jadi protagonis penepuk gendang.
***
Sehari berikutnya, bumbung trending-topic konferensi uduk itu langsung redam. Kenapa? Arinal Djunaidi rupanya bikin gebrakan gaya politikus kawakan. Bersanding dengan Sekjend DPP, Hi Lodewijck Paulus, map yang dipublikasi sebagai rekomendasi resmi digamit.
Arinal menyalip manuver Hanan Rozak, jadi jagoan Golkar di pilgub November mendatang. Sempat dibantah oleh figur-figur penyokong Hanan, tapi berikutnya diafirmasi langsung oleh Tony Eka Candra, Made Bagiasa, Ismet Roni dan tentu saja Hanan Rozak. Golkar itu partai kader, solid ikut garisan hierarki.
Tim Arinal langsung membahana. Gaspol juga kelihatannya, apalagi jagoannya itu ketua partai dus petahana. Algoritmanya sontak dahsyat, konferensi uduk tentu saja ecek-ecek kalau mau diadu dengan lembar surat resmi organisasi dari DPP.
Meminjam tamsil di awal, penariannya ganti juru gendang. Nyaris seluruh poros politik matanya menuju ke Arinal. Calon pengantin yang ibarat akan naik bahtera sudah mengantong restu.
***
Politik kita seru kan. Siapa yang sedang meniti siapa yang sedang berdansa. Gendang penarian juga bisa dibaca sebagai momentum.
Per hari ini, usai Mirza yang dideklarasi oleh Sekjend DPP-nya di ballroom hotel, Arinal menyusul mengambil ancang-ancang.
Idealnya, soal kontestasi memang sebaiknya rakyat Lampung disuguhkan sebanyak-banyaknya calon. Dengan komposisi delapan parpol yang punya kursi, maksimalnya ada empat pasang nama. Tapi, tampaknya susah untuk segitu.
Sampai akhir Agustus bulan depan, manuver-manuver salip-menyalip, lomba adu lihai akan semakin sering kita lihat. Awalnya boleh saja proyek senyap, tapi ini masa politik yang kudu ingar-bingar.
Siapa yang bakal segendang sepenarian, siapa jadi pengatur ritme penabuh gendang dengan sripanggung yang terus macak secantik-cantiknya under the spotlight. Jangan dibantah, itu gaya kampanye masa kini.
***
Semalam aku berbincang dengan adik-adik seusia anak keponakan. Kalau soal pilgub bakal pilih siapa? Nama yang disebutnya kemudian dikasih alasan. “Keliatannya aku bakal pilih dia aja, Bung. Balihonya banyak, di IG sama Tiktok FYP terus. Kami pilih yang sesuai dengan hidup kami,” jawab mereka.
Milenials, GenZ dan Gen Alpha itu sekarang mayoritas. Salah satu konsultan pencitraan kandidat mengirim respon via inboks sosmed, “Bung, yang bakal menang itu sudah kelihatan. Yang menang itu yang mampu menyirap adik-adik itu, awalnya, terus mengapitalisasi keunggulan dengan tim infanteri yang bisa mengeksekusi.”
Artinya apa? Rebutan gendang itu kudu lihai dan ligat
Komentar