Di tanah Lampung, warisan mulai tergerus,
Budaya nenek moyang kian merunduk pilu.
Sanak Zaman Tano bangga berkata “lo-gua,”
Berkiblat barat lupa asal mula.
Seruit tersisih rasa KFC,
Sekubal terpinggir manisnya donat
Piil pesenggiri, Telah Berubah Arti
Terkikis perlahan arus globalisasi
Sakai sambayan, gotong royong kami,
Hilang jejaknya, lenyap di sunyi.
Ini bukan tentang primordial atau dikotomi,
Ini tentang menjaga jati diri di rumah sendiri.
Kalian pendatang, tetaplah puakhi
Kalian dari seberang, tetap sekelik kami.
Namun tolong pahami dan hormati ini,
Inilah budaya kami, harta sejati.
Salahkah kami menjaga rasa dan nama?
Salahkah kami menghidupkan yang hampir sirna?
Seruit, sekubal, piil pesenggiri yang luhur,
Adalah akar kami, jiwa yang kami tempuh.
Bukan melawan zaman, bukan menolak kemajuan,
Hanya ingin tradisi tak tenggelam dalam arus.
Lampung tetap rumah bagi semua yang singgah,
Namun biarkan budaya kami tetap indah.
Bangga diri bukanlah salah,
Tapi lupa asal adalah luka yang parah.
Puakhi, jangan biarkan warisan ini mati,
Di tanah Lampung, biarkan adat tetap berarti.
17 November 2024
Komentar