oleh

Siluman Menggugat Kerajaan Karang Tembung

-Din Bacut-328 views

Suasana pagi di Kerajaan Siluman Karang Tembung tak lagi sesyahdu dulu. Burung-burung siluman yang dulunya berkicau riang kini bersiul dengan nada minor, seolah mengeluh tentang harga pakan yang melonjak drastis.

Kabut tipis menyelimuti balairung istana, tempat Prabu Songgododo Mangkurondo baru saja duduk di singgasana warisan Prabu Joyosono, ayahandanya yang wafat setelah tersedak kerupuk udang saat upacara sedekah bumi.

Istana itu sendiri megah tapi sepi. Batu-batu pualam yang melapisi lantainya sudah mulai retak-retak, karena dana renovasi dialihkan ke proyek prioritas bernama Pusiban Kemegahan Tiada Tanding dan taman air Mekar Arum, yang konon akan menjadi surga wisata untuk para siluman kelas menengah ke atas, jika saja airnya tidak keruh dan penuh lintah siluman.

Prabu Songgododo, Siluman Ayam Tak Bertaji, terkenal dengan kebijakan pajaknya yang tajam menusuk dompet rakyat. “Pembangunan tak bisa ditunda,” ucapnya suatu pagi, sambil memandangi miniatur taman yang masih dalam bentuk sketsa di atas daun lontar. Ia percaya bahwa kejayaan hanya bisa diraih lewat pembangunan tanpa henti walau tanpa dana.

Lewat tangan Patih Sukomokso Tumenggung, pembangunan dilaksanakan dengan gencar. Jalan istana diaspal ulang dengan batu dari Gunung Gendingan, pagar istana dibalut emas palsu yang dibeli dari negeri seberang, dan semua itu dibiayai dengan pajak rakyat yang naik hingga tiga kali lipat, bahkan siluman laron pun kini harus bayar pajak terbang malam.

Namun, badai itu datang dari arah yang tak terduga. Para ningrat siluman yang semula berebut menjadi rekanan proyek kerajaan—demi aroma manis dari kontrak pembangunan—kini meratap dalam diam. Pasalnya, pembayaran dari kerajaan tak kunjung cair. Dana yang dijanjikan untuk pembangunan justru menguap entah ke mana. Konon, sebagian besar lari ke proyek patung raksasa Prabu Songgododo yang berdiri di tengah danau buatan dan sekarang menjadi tempat tinggal Siluman Ubur-ubur.

Baca Juga:  Siasat Kades Juned Saat Pandemi

Di sisi timur alun-alun kerajaan, jauh dari pusat keramaian yang kini hanya dipenuhi penjaja cilok siluman, berkumpullah empat tokoh ningrat siluman kelas kakap:

Suromenoto, siluman buaya darat, mengenakan jubah beludru hijau zaitun hasil pelelangan barang rampasan.

Wonoromo, siluman kuda liar, dengan tapal kuda emas yang dicicil 24 kali.

Benito  Mukoroto, siluman kijang patah, yang kini harus menjual tanduk palsu ke pasar loak demi bayar cicilan warung rempah.

Dison Rudopokso, siluman kura-kura dalam perahu, yang saking frustasinya kini tinggal di perahu yang sudah tak layak berlayar.

“Kau pernah dibayar, Suromenoto?” tanya Wonoromo dengan nada lirih sambil mengunyah kembang telang kering.

“Tak sepeser pun, sejak tahun lalu,” jawab Suromenoto muram, “malah aku diminta nyumbang lagi untuk festival layang-layang siluman bulan depan.”

“Kukira hanya aku yang dijanjikan emas, tapi diberi sekarung janji manis,” kata Dispondo, menatap langit dengan tatapan kosong ala siluman patah hati.

Dison Rudopokso mengeluarkan peta proyek pembangunan pagar kerajaan dari dalam tempurungnya. “Lihat ini. Dulu aku diminta bangun pagar sepanjang 7.000 depa. Sekarang tinggal 700. Sisanya katanya akan diganti dengan ‘semangat gotong royong rakyat’. Apa maksudnya itu?”

Semua terdiam. Angin membawa bau semur jamur yang basi dari dapur istana. Mereka tahu, ini bukan sekadar krisis keuangan. Ini adalah krisis kepercayaan.

Sementara itu, Prabu Songgododo tengah bersiap menerima tamu dari Kerajaan Siluman Tetangga, mengenakan jubah kebesaran berbahan benang sutra kaleng yang mengilap hanya saat kena sorotan lampu obor. Ia masih yakin, bahwa selama ia tampak sibuk, rakyat akan percaya bahwa segalanya baik-baik saja.

Di luar gerbang, para rakyat siluman mulai berjualan brosur bertuliskan:
“Pindah ke Kerajaan Siluman Seberang, Pajak Rendah, Hati Bahagia”

Baca Juga:  Profesor Bangsat Itu Plagiat

Dan langit Karang Tembung perlahan menggelap, bukan karena cuaca, tapi karena awan kegelisahan yang tak kunjung pergi.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed