Sore itu, langit Provinsi Latak Litung bergelayut mendung, tapi kedai kopi milik Dek Yanti tetap ramai. Aroma kopi slemon menggoda lubang hidung para pelanggan tetap, termasuk Din Bacut, yang sedang duduk selonjor sambil mengisap rokok kretek ilegal yang harganya Cuma Rp 10 ribu.
Di seberangnya, duduk Pengamat Lokal Rustam Silobilobi, memakai jaket pudar dan menenteng map berisi catatan birokrasi lokal yang makin karut. Di sampingnya, Yanto Kisut sibuk mengaduk kopi pakai sendok besi,bukan untuk mencampur, tapi untuk mencairkan keresahan.
Sementara Thomas Khanji, ASN yang kini juga makelar proyek, pura-pura membaca koran sambil menguping.
“Dengar-dengar si Eko Gendot kemarin baru dilantik jadi Kepala Dinas Pemanfaatan Anggaran Tidak Produktif?” tanya Din Bacut dengan nada sinis.
Rustam menangguk sambil menyodorkan selembar kertas.
“Ini daftar nama-nama yang baru mendarat, tapi langsung menjabat. Ada yang baru pindah domisili dua minggu, sekarang jadi direktur BUMD. Ada juga yang dulunya tukang pasang baliho, kini pegang Dinas Infrastruktur.”
“Wakakaka!” Yanto Kisut terbahak, “Itu bukan OPD, itu tempat magang relawan yang viral di TikTok!”
Dek Yanti menyela sambil menyajikan kopi slemon dan sepiring keripik pisang.
“Dari dulu aku bilang, birokrasi kita ini udah kayak gerobak cadang sapi lawang. Banyak pejabat yang gak ngerti jalan, tapi disuruh narik beban rakyat!”
Thomas Khanji tersentak.“Eh, jangan pukul rata lah. Mereka juga punya peran waktu kampanye. Masa iya gak dikasih posisi?”
Rustam menyipitkan mata. “Masalahnya, ini bukan soal kasih-kasihan, Thom. Ini negara, bukan grup arisan. Kalau yang dijadikan kepala dinas itu kucing anggora yang gak bisa tangkap tikus, ya siap-siap dapur rakyat diserbu tikus!”
Din Bacut mengangkat gelas kopi dan berkata pelan, “Sialnya, kita bukan cuma beli kucing dalam karung. Kadang kucing itu impor, dibungkus karung, lalu dikasih SK.”
Suasana hening sejenak. Yanto menepuk jidatnya, “Cocok! Aku pernah lihat satu,direktur baru, pakai jas licin, masuk kantor cuma buat selfie. Kalo rakyat tanya program, dia jawab: ‘Saya belum koordinasi, tapi saya loyal!’”
“Loyal? Loyal ke siapa? Ke rakyat?” Rustam bersungut. “Kalau loyalitas dijadikan syarat jabatan, ya siap-siap kita punya birokrasi pet hotel. Isinya kucing-kucing mewah, jinak di depan atasan, tapi malas berburu masalah!”
Dek Yanti nyengir, “Mending kucing kampung yang garang, lincah, dan gak takut got!”
Din Bacut mengangguk penuh wibawa ala mantan simpatisan ormas.
“Penempatan pejabat sekarang udah bukan soal siapa terbaik, tapi siapa yang punya akses grup WhatsApp. ASN yang ngabdi dua puluh tahun disuruh minggir. Yang penting lo viral waktu kampanye.”
Rustam menambahkan, “salah satu profesor dari Universitas Gajah Duduk (UGD) pernah bilang bilang, kalau pengangkatan pejabat berdasarkan kompensasi politik, birokrasi kita bakal jadi arena pencitraan. ini bukan posko tim sukses, ini institusi pelayanan publik!”
Yanto menyahut, “Tapi coba lihat, proyek-proyek ambruk sebulan setelah diresmikan. Pendamping desa lebih sibuk isi laporan fiktif ketimbang turun ke sawah. Semua gara-gara ‘titipan’ yang lebih paham algoritma Instagram ketimbang indikator pembangunan!”
Dek Yanti meletakkan nampan dengan kasar, “Mau sampe kapan ini dibiarkan? Gerobak udah reyot, sapi makin gila. Tapi yang mereka salahkan justru beban!”
Thomas Khanji berdiri, membuka suara agak gelagapan, “Yaa… kita juga mesti paham, politik itu butuh balas budi,”
“Balas budi boleh,” potong Din Bacut, “Tapi jangan menjual birokrasi demi reuni relawan. Rakyat gak minum kopi dari foto pelantikan. Mereka butuh kerja nyata!”
Rustam menambahkan tajam, “Sekarang itu, yang kuat bukan sistem, tapi kedekatannya. Yang cepat bukan layanannya, tapi akses WA ke kepala daerah!”
Yanto mendesis, “Dan kita rakyat cuma bisa duduk di pinggir jalan, nonton gerobak cadang sapi lawang lewat sambil bawa janji.”
Din Bacut meneguk kopi terakhirnya, lalu berdiri sambil menatap lurus ke jalan berlubang depan kedai.
“Gerobak bisa diperbaiki. Sapi bisa diganti. Tapi kalau yang narik masih lawang, ya siap-siap masuk jurang.”
Komentar