oleh

Sengaja Datang Ke Lampung,Komisi 3 DPR RI Arteria Prihatin Dengan Konflik Pemukulan Nakes

Bandar Lampung – Kasus dugaan pemukulan Tenaga Kesehatan (Nakes) puskesmas Kedaton terus mendapat perhatian dari tokoh masyarakat ,Kali ini datang dari Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan yang sengaja datang ke Provinsi Lampung untuk membantu Ibunda salah satu tersangka yang telah di tahan oleh Polresta Bandarlampung. Rabu (11/08)

Dilansir dari lampung.poskota.co.id
Arteria tersentuh hatinya oleh kesedihan seorang ibu lantaran kebutuhan tabung oksigen kehilangan sang suami dan putranya dipenjara atas tuduhan penganiayaan terhadap tenaga kesehatan (nakes).

Saya hadir atas permintaan seorang Ibu setelah menempuh perjalanan darat dari Jepara ke Surabaya selama hampir 7 jam dilanjut dengan pesawat ke Jakarta untuk kemudian dilanjutkan 6 jam perjalan darat sampai Kota Bandarlampung. 

Total hampir 20 jam perjalanan tersebut saya tempuh semata-mata ingin menunjukkan keberpihakan saya atas derita seorang Ibu yang baru saja ditinggalkan suaminya karena Covid-19 setelah 47 tahun hidup bersama dan kehilangan dua orang anak yang terpaksa ditahan karena insiden perebutan oksigen di Puskesmas Kedaton, Kota Bandarlampung. 

Jujur, awalnya, saya tidak mau terlibat, saya menyarankan agar semuanya diselesaikan dengan cara kekeluargaan secara damai, karena Lampung memiliki kearifan lokal dalam menyelesaikan konflik sosial, ada rembuk pekon atau penyelesaian secara musyawarah dan kekeluargaan.

Saya terkejut mana kala mendapatkan laporan bahwa 2 anak si ibu yang ditugaskan olehnya untuk mencari Oksigen untuk kelangsungan hidup ayahnya ditahan dengan sangkaan pasal 170 KUHP dan sulit sekali mencari pintu maaf bahkan melalui pucuk pimpinan pemerintahan kota sekalipun. 

Ndak ada lagi rembuk pekon, semuanya sudah seperti mesin, begitu kaku dan seolah-olah fokus untuk menghukum pelaku tanpa mencari asal muasal penyebabnya yaitu kelangkaan oksigen. 

Baca Juga:  Walikota Dikecam, Gubernur Intimidasi Wartawan Ketua PWI Diam

Bahkan yang membuat saya geli, banyak sekali karangan bunga yg ditujukan ke Walikota Bandarlampung Eva Dwiana maupun Kapolres (yang lama) karena melakukan penahanan atas 2 anak si ibu. 

Seolah-olah tidak ada sedikitpun rasa empati, bagaimana si Ibu harus menjalani hari-harinya tanpa ditemani oleh seorang suaminya yang selama ini menemaninya selama 47 tahun, dipaksa menerima nasib bahwa anaknya harus mendekam dalam tahanan karena memenuhi permintaan beliau untuk mencari oksigen yang langka untuk kelangsungan hidup ayahnya. 

Saya selama menjadi anggota Komisi III, sangat giat membela hak-hak bidan PTT, tenaga lerawat, termasuk PPNI dan juga guru-guru honorer. 

Mereka adalah patriot dan srikandi bangsa yang memiliki jiwa pengabdian dan ketulusan dalam bekerja. Pastinya memiliki kepekaan dan kepedulian yang tinggi. Dua kepentingan ini harus berhadap-hadapan hanya karena oksigen langka. 

Saya menyayangkan pemangku kepentingan di Pemerintah Kota Bandarlampung tidak sensitif, bahkan cenderung terjebak melakukan aksi populer tanpa merasa sedikitpun bersalah atas kejadian ini.

Kejadian ini tidak akan terjadi kalau oksigen tidak langka di Bandarlampung. Kejadian ini tidak akan terjadi kalau pemangku wilayah segera menyikapi dengan arif dan bijaksana, karena kesemuanya baik tenaga kesehatan maupun si pencari oksigen, almarhum suami si ibu.

Sii Ibu adalah warga Kota Bandarlampung yang harus dilindungi, sama hebatnya, sama hormatnya. Bukan sebaliknya mempertontonkan aksi teatrikal yang cenderung populis dan menimbulkan sekat dan jarak. 

Penghakiman sudah terjadi, padahal ini musibah kemanusiaan bukan kesengajaan. Kalau tradisi ini dihalalkan, bukan tidak mungkin kita semua akan kembali menghadapi hal-hal serupa yang semakin memperlebar jarak antarsesama.

Atas dasar inilah, saya mewakafkan diri saya untuk memberitakan kebenaran, walau tidak populer sekalipun. Jangan sampai ditafsirkan saya menghalalkan kejadian di Puskesmas Kedaton. 

Baca Juga:  Operasional SMAN 5 Kurang, Ijazah dan SKL Siswa Ditahan?

Akan tetapi saya harus katakan ada yang salah dalam penanganan penyelesaian konfliknya. 

Pemerintah kota bukan pengayom yang baik, bahkan cenderung menunggangi konflik tersebut atas nama pencitraaan atau apapun, yang pada akhirnya membuk ruang bagi banyak pihak untuk bermain kepentingan di atas perkara ini. 

Publik seolah-olah terhipnotis dengan menelan mentah-mentah bahwa pasal 170 KUHP halal diterapkan dalam kasus ini, padahal penerapan pasal tersebut keliru total, apalagi dengan mencantumkan dakwaan tunggal. 

Kemudian dihadirkan lagi dengan parodi penahanan dengan alasan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih, tanpa melihat terpenuhinya ketentuan Pasal 21 KUHAP. 

Apa iya anak yang sedang diminta ibunya mencari oksigen untuk kelangsungan hidup ayahnya, setelah ayahnya tidak terselamatkan, harus dimintakan pertanggungjawaban pidana dengan sangkaan pasal 170 KUHP? 

Pasal yang dipakai pelempar bom molotov atau pelaku pengrusakan bangunan atau intalasi publik? Saya pikir ini bangunan dan proses penegakan hukum yang keliru dan harus dikoreksi. 

Penegakan hukum Polresta Bandarlampung harus proporsional dan tidak boleh berorientasi Pencitraan. 

Saya berterima kasih Pak Hendro,  Kapolda Lampung dan Pak Ino, Kapolresta Bandaampung yang baru telah dengan segera merespon hal ini.

Saya hadir ke Bandarlampung untuk memperlihatkan kepedulian saya, bahwa diatas segalanya kita harus berlaku adil dan proporsional

Silahkan proses hukumnya jalan terus, saya tidak akan intervensi, sekaligus berharap proses hukumnyanya dapat diawasi bersama oleh semua pihak. 

Akan tetapi saya mohon agar penangguhan penahanan dikabulkan. Saya akan menjadi penjaminnya. Anak-anak tersebut lebih bermanfaat untuk mendampingi si Ibu, mengurus kewajiban-kewajiban almarhum, bersama si Ibu berbagi duka sekaligus saling melakukan penguatan pasca ditinggalkan alhamum suami yang meninggal karena Covid-19.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed