DPRD Lampung diminta untuk mengoreksi usulan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mengenai usulan pinjaman ke PT SMI, dengan alasan mesti memperhatikan sumber pendanaan APBD untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan kas.
Akademisi Universitas Lampung, Yusdianto berpendapat, karena konsep dasar pinjaman daerah dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 pada prinsipnya diturunkan dari UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
“Dalam UU tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah,” kata Akademisi Hukum Unila Yusdianto, Kamis (11/11/2021).
“Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman,” jelas dia.
Tak hanya itu, persoalan ini juga dibutuhkan peran dari Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional untuk menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah.
“Mengingat pinjaman memiliki berbagai resiko, seperti kesinambungan fiskal, tingkat bunga, pembiayaan kembali, kurs, dan operasional,” kata dia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mesti mengawasi pemprov Lampung terkait proses usulan dan penggunaan dana pinjaman ke PT SMI.Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya gratifikasi seperti di Lampung Tengah beberapa waktu lalu.
“Melihat kasus yang pernah terjadi, maka kita perlu mengingatkan KPK agar peristiwa di Lamteng tidak terulang lagi,” katanya
Dengan adanya peran anti Rasuah disini, diharapkan proses dan penggunaan peminjaman itu sesuai dengan peruntukannya.
“Tentunya kita tidak mau kejadian di Lampung Tengah waktu itu terjadi di kabupaten, kota ataupun provinsi se- Lampung,” kata dia.
Untuk diketahui, pemprov Lampung mengusulkan ke DPRD untuk mengajukan dana pinjaman ke PT SMI.
Peruntukannya untuk membangun infrastruktur yang bisa meningkatkan perekonomian di Bumi Ruwa Jurai.
Komentar