Tenaga Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN) merekomendasi dua peninggalan benda cagar budaya Lampung naik peringkat nasional, yakni , yakni Situs Palas Pasemah dan Prasasti Batu Bedil.
Sebelum direkomendasi, 13 anggota TACBN dari berbagai disiplin ilmu menggelar lebih dulu Sidang Kajian Penetapan Cagar Budaya Peringkat Nasional 2024 kedua situs tersebut di Hotel Kristal, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2024).
Dari TACB Lampung, hadir Ir. Anshori Djausal, MT sebagai ketua; Kepala Bidang Kebudayaan Drs. Heni Astuti, MIP; Sub Koordinator Sejarah dan Tradisi IKA Sartika, SPsi, MSi; dan anggota: Oki Laksito, I Made Giri Gunadi MSi, dan Hermansyah
Selain itu, ada Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tanggamus Drs. Suyanto, MM, Kabid Sejarah dan Tradisi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tanggamus Rohalyana, SE, MM, Kepala UPTD BPK VII Batu Bedil Haroni, dan Riady Andrianto dari TACB Kabupaten Lampung Barat (Lambar).
Setelah sidang terbuka, TACBN menggelar sidang tertutup dengan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VII Bengkulu Drs. Nurmatias. Sidang berlangsung dari pukul 14.00 hingga 17.30 WIB.
Menurut Anshori Djausal, sidang kali ini merupakan kelanjutan dari sidang sebelumnya Jumat (11/3/2023). Sesuai Pasal 42 UU No. 11 Tahun 2010, pengajuan harus berjenjang dari kabupaten, provinsi, baru peringkat nasional.
Untuk situs Baru Berak, TACBN masih menundanya karena belum dapat data yang bisa menguatkan benda cagar budaya tersebut peringkat nasional. Masih perlu data-data pendukung keberadaan situs tersebut.
Ketua TACBN Surya Helmi mengatakan Prasasti Batu Berak jika narasinya tepat bahkan berpotensi jadi situs berkelas dunia.
BATU BEDIL
Lampung patut bangga, Tim Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN) Ninny Susanti Tejowasono mengatakan Prasasti Batu Bedil di Kabupaten Tanggamus merupakan situs satu-satunya di Indonesia.
“Batu Bedil unik, satu-satunya prasasti bukti awal pengaruh Budha dalam satu komplek menjir era megalitikum atau zaman batu di Indonesia,” kata arkeolog nasional tersebut kepada Helo Indonesia, Selasa (10/9/2024).
Lalu, aksaranya tidak bisa dikatakan aksara Jawa Kuno. “Memang mirip, tapi berbeda, huruf yang dipakai lebih tepat disebut Sumatera Kuno, awal aksara Ulu, Kagama, turunan aksara Palawa pada masa Kerajaan Sriwijaya,” katanya.
Prasasti di batu menhir tersebut berisi mantra Budha yang belum terbaca utuh karena kerusakan alam, ujar Ninny Susanti Tejowasono pada Sidang Kajian Penetapan Cagar Budaya Peringkat Nasional 2024 di Hotel Kristal, Jakarta Selatan.
Dari baris pertama yang tampak, ada kata “namo bhagawate” sedangkan pada baris kesepuluh atau baris terakhir terdapat kata “swaha”. Kata “namo bhagawate” sebagai permulaan dan “swaha” sebagai penutup merupakan bukti mantra.
Soal nama prasasti tersebut, menurut Kepala UPTD BPK VII Batu Bedil Haroni, ketika dirinya masih kecil, warga mendengar ledakan dari sekitar prasasti berupa komplek menhir di Dusun Batu Bedil, Desa Gunung Meraksa, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus, Lampung.
Berkat perjuangan Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tanggamus Drs. Suyanto, MM didampingi Kabid Sejarah dan Tradisi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tanggamus Rohalyana, SE, MM, Prasasti Batu Bedil direkomendasi naik kelas peringkat nasional.
PALAS PASEMAH
Prasasti Palas Pasemah adalah batu peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Palas Pasemah, tepi Way (Sungai) Pisang, Kabupaten Lampung Selatan. Meskipun tidak berangka tahun, tetapi dari bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi.
Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya. Batu ini ditemukan oleh warga desa pada tanggal 5 April 1956 di Kali Pisang, anak sungai Way Sekampung, Desa Palas Pasemah, Kabupaten Lampung Selatan. (*)
Komentar