oleh

Dear Hakim di Lampung, MA Minta Kalian Supaya Memperhatikan Keberadaan Buah Jeruk di Ruang Sidang yang Ada di Rutan Bandar Lampung

Tiga Buah Jeruk Temani Agung Ilmu Mangkunegara Jalani Sidang Korupsi di Rutan Bandar Lampung Kelas 1A
Agung Ilmu Mangkunegara saat menjalani persidangan online ditemani tiga buah jeruk di Rutan Bandar Lampung Kelas 1A, Kamis, 2 April 2020 lalu. Foto: Istimewa

Bandar Lampung – Pandangan Mahkamah Agung (MA) terhadap keberadaan buah jeruk yang dihidangkan di meja terdakwa kasus korupsi nampaknya agaknya berbeda dengan majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang.

Soalnya, proses persidangan online yang berlangsung di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bandar Lampung Kelas 1A untuk terdakwa Bupati Lampung Utara non aktif Agung Ilmu Mangkunegara menjadi perhatian buat MA.

Mengapa demikian? Karena, proses persidangan itu sejatinya bak ritual dan sakral. Bukan sekadar komunikasi biasa, dan bukanlah hal yang harus diabaikan. Semua proses persidangan itu adalah implementasi dari pasal-pasal di dalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Sidang itu bagaikan ritual dan sakral. Sidang bukan komunikasi biasa, bukan seperti bertamu. Semua proses persidangan merupakan implementasi pasal pasal dalam KUHAP. Hakim pasti mengingatkan agar semua yang mengurangi sakralitas persidangan harus dilarang. Semua pihak harus menjujung tinggi proses persidangan,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah saat dihubungi Fajar Sumatera, Rabu, 15 April 2020.

Kenapa ada perbedaan pandangan MA dengan Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang? Di satu kesempatan, Efiyanto selaku majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan untuk Agung Ilmu Mangkunegara, tidak dapat memastikan, apakah hakim perlu menyoroti keberadaan jeruk itu atau tidak –seperti yang telah Fajar Sumatera publikasikan sebelumnya. (Baca: Respon Hakim Tentang Buah Jeruk di Ruang Sidang Rutan Bandar Lampung).

Dear Hakim di Lampung, MA Minta Kalian Supaya Memperhatikan Keberadaan Buah Jeruk di Ruang Sidang yang Disediakan Rutan Bandar Lampung
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah di ruang Media Center Mahkamah Agung RI. Foto: Istimewa

Memang saat diwawancarai, Efiyanto mengatakan, harusnya tidak boleh ada jeruk di sana. Efiyanto sepakat jika keberadaan jeruk itu masuk dalam kategori contempt of court atau penghinaan terhadap pengadilan. Ia memilih mengaku tidak tahu menahu tentang kondisi persidangan yang berlangsung secara online di Rutan Bandar Lampung itu. Alasan dia; karena sidang itu berlangsung secara online. Sehingga ada keterbatasan hakim dalam memperhatikan bagaimana suasana persidangan itu berlangsung.

Baca Juga:  dr Maya Metissa Akui Siapkan Uang Fee Proyek Untuk Oknum Auditor BPK Lampung

Dalil Efiyanto ini disambut oleh Abdullah. Karo Hukum dan Humas MA ini sependapat dengan pandangan Efiyanto itu. Menurut dia, pandangan hakim terbatas. “Hakim dalam proses persidangan secara online pandangannya terbatas pada fokus kamera. Semua obyek yang tidak terjangkau fokus kamera tentu tidak terlihat,” kata Abdullah.

Walau sudah mengetahui bahwa ada buah jeruk di sana berdasarkan pemberitaan di media, Efiyanto mengaku tidak tahu apa yang harus dilakukannya selaku majelis hakim. Kata Efiyanto, ia tidak tahu apa keperluan buah jeruk itu disana. “Saya nggak tahu itu mau dimakan, apa punya dia. Saya tidak tahu,” ujar Efiyanto.

Masriati selaku hakim anggota menaruh rasa penasarannya soal buah jeruk itu. Ia meminta bukti kepada Fajar Sumatera. Saat ditunjukkan, dia bilang, “tunggu ya, saya lapor dulu ke pak ketua”. Saat itu ada Efiyanto. Para majelis hakim kebetulan baru saja keluar dari ruang persidangan. Sidang saat itu sudah selesai dan ditunda untuk diagendakan kembali.

Saat ditanya soal tindakan majelis hakim, lagi-lagi Efiyanto mengatakan bahwa itu tidak menjadi perhatian baginya. “Kita ini ngejar ini (persidangan) bisa selesai atau enggak,” kata Efiyanto. Fajar Sumatera bertanya, bagaimana mungkin bisa persidangan itu tidak bisa selesai tepat waktu. Dia menyampaikan alasannya.

“Kata siapa bisa selesai? Kalau terdakwanya lepas?” kata Efiyanto. “Saksi ini kan masih banyak,” lanjutnya lagi. Ucapan Efiyanto itu disambut oleh Masriati. Kata Masriati, “kan masih banyak saksi. Baru separuh ini,” ketus Masriati.

Dear Hakim di Lampung, MA Minta Kalian Supaya Memperhatikan Keberadaan Buah Jeruk di Ruang Sidang yang Disediakan Rutan Bandar Lampung
Ketua Majelis Hakim Efiyanto saat memimpin persidangan online untuk perkara korupsi yang menyeret Bupati Lampung Utara non aktif Agung Ilmu Mangkunegara. Foto: Istimewa

Abdullah mengatakan, dasar persidangan berlangsung secara online dikarenakan wabah virus Covid-19 atau Corona Virus Disease (Covid-19). Sehingga, perlu dilakukan sidang online. “Sidang secara online/teleconference merupakan cara yang dilakukan dalam rangka mencegah penyebaran wabah corona virus yang mematikan. Social distancing, physical distancing atau protokol penanganan penyebaran corona virus tetap diterapkan,” jelas Abdullah.

Baca Juga:  Dikonfirmasi Awak Media, Kadiskes Mendadak 'Bisu'

Abdullah sebenarnya berharap ada evaluasi untuk proses persidangan selanjutnya. “Kemungkinan tidak ada petugas yang mengingatkan bahwa segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan proses persidangan tidak boleh ada di dalam ruang sidang. Kejadian apapun harus jadi bahan evaluasi demi kesempurnaan persidangan berikutnya,” tegasnya.

Atas informasi yang telah sampai kepada publik ini, Abdullah menyampaikan terimakasih. Ia juga menyatakan permohonan maaf, karena hakim juga mempunyai keterbatasan. Dari peristiwa ini, MA memilih mengambil hikmahnya dan berharap kepada para hakim-hakim untuk memberikan perhatian atas persidangan yang berjalan secara online.

“Saya menyampaikan terima kasih atas informasi dari rekan sejawat media. Hakim dalam melakukan persidangan secara online banyak keterbatasan. Ruangan yang digunakan hanya dapat dilihat melalui media TV atau melalui infocus. Pandangan Hakim juga terbatas pada lingkup fokus kamera. Hakim juga tidak secara utuh dapat melihat keseluruhan dalam ruangan yang digunakan untuk sidang. Kejadian ini ada hikmahnya, yaitu untuk melakukan evaluasi dan menyempurnakan persidangan berikutnya dan juga menjadi perhatian bagi hakim-hakim yang lainnya,” pungkasnya. (Ricardo Hutabarat)

News Feed