Bandar Lampung – Komisi 1 DPRD Provinsi Lampung Gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pusat Pergerakan Masyarakat Lampung (PPRL) guna membahas persoalan sertifikat tanah warga Kmapung Cempaka Putih Kabupaten Lampung Tengah, di ruang komisi setempat, Senin (27/7).
“ Kita akan panggil Bupati Lampung Tengah, karena ini mengandung perbuatan melawan hukum yang terindikasi tindak pidana menghalangi orang untuk memperoleh haknya. Selain itu kita akan mengundang pihak kepolisian dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), “ tegas Ketua Komisi I DPRD Lampung, Yozi Rizal.
Politisi Demokrat ini mengatakan, pihaknya akan meminta Gubernur Lampung memberikan sanksi terhadap Bupati Lampung Tengah Loekman karena diduga melakukan pembiaran terhadap persoalan sertifikat lahan warga di Cempaka Putih yang jumlahnya ribuan sertifikat tanah. Padahal program sertifikat tanah itu merupakan program nasional yang digulirkan pemerintah pusat Joko Widodo.
“Kita minta Gubernur Lampung memberikan sanksi kepada Bupati Lampung Tengah Loekman. Karena sudah melakukan pembiaran terhadap masalah rakyat ini soal sertifikat lahan warga,” katanya.
Terkait sanksi yang akan diberikan, sambung Yozi yang bersangkutan dapat mengikuti pelartiahan atau sekolah kembali selama enam bulan
“Itu jelas dalam undang-undangnya, agar permasalahan ini bisa terang benderang. Kita akan diskusikan terlebih dahulu. Akan kita panggil setelah Idul Adha,” tegasnya.
Sementara Koordinator PPRL Lamen Hendra Saputra mengatakan pertemuan dengan Komisi 1 DPRD hari ini merupakan langkah lanjutan dari aksi yang di lakukan pada hari Rabu 22 Juli 2020 lalu di kantor bupati lampung tengah.
“Yang lalu, dimana di sela aksi tesebut telah terjadi kesepakatan antara pihak warga desa cempaka putih dan PPRL dengan pihak pemkab Lamteng untuk mencari win-win solution, dalam kesepakatan tersebut yang inti nya adalah kami meminta agar Bupati Lampung tengah dapat memfasilitasi semua unsur yang terkait dalam permasalahan tersebut untuk duduk bersama, yaitu pihak kepala kampung lama, pokmas lama, pihak kepala kampung baru pokmas baru, perwakilan masyarakat adat yang di wakili oleh H. Adam dan Adnan, kemudian Uspika Kecamatan Bandar Surabaya,”jelasnya.
Dia ,menambahkan, agar pihak pokmas yang lama selaku pihak yang saat menahan sertifikat masyarakat agar membawa sertifikat tersebut untuk di bagikan ke masyarakat tanpa ada embel-embel penambahan biaya Rp. 2.500.000 sebagai biaya pemberdayaan masyarakat, dikeranakan hal tersebut sudah selesai dilakukan pada tahun 1998. Namun ternyata bupati lampung tengah kembali tidak bersedia memfasilitasi pertemuan tersebut.
“Ini membuktikan bahwa bupati lampung tengah Loekman Djoyosoemarto anti dengan persoalan rakyat, bahkan dengan mengeluarkan surat prihal penanganan kasus cempaka putih yang di tujukan kepada kapolres lampung tegah, tembusan kejari lampung tengah dan inspektorat. Langkah bupati lampung tengah tersebut dianggap upaya cuci tangan dan buang badan, karena yang seharusnya bisa lakukan adalah memanggil anggota pokmas dan pwrwakilan masyarakat sehingga proses tidak berbelat-belit,”urainya.
Dikatakannya, Persoalan ini pada prinsipnya sederhana, karena sertifikat yang di ajukan sudah jadi namun di tahan oleh pokmas yang tidak memiliki dasar hukum apapun. Ini soal keberpihakan bupati, apakah berpihak kepada masyarakat atau kelompok yang menahan sertifikat warga.(Agung)
Komentar