oleh

Argumentasi Mencerminkan Kualitas Diri

-Opini-426 views

Argumentasi Mencerminkan Kualitas Diri

Saya senang sekali hari ini membaca beberapa link berita yang dikirimkan teman-teman baik di WAG yang saya ikuti maupun japri langsung.

Setidaknya komentar saya kemarin tentang ketidakmampuan Gubernur Arinal mencapai sasaran RKPD dua tahun berturut-turut telah dibaca dan tampaknya terasa cukup mengena, sehingga ada dua orang yang merasa terpanggil harus tergopoh-gopoh melakukan pembelaan.

Tetapi sayangnya pembelaan dua kolega saya itu masih juga seperti yang sebelum-sebelumnya, masih menggunakan metode “ad hominem”, memilih menyerang karakter orangnya daripada mengajukan argumen subtantif yang mencerdaskan.

“Ad Hominem” adalah cara yang paling buruk dalam Piramida Argumentasi yang disusun oleh Paul Graham dalam essay “How to Disagree”. Sebuah perilaku yang pada masa Yunani kuno disebut Aristoteles dalam karyanya “Sophistic Refutations” sebagai sebagai salah satu bentuk kesesatan berfikir, “logical fallacy”.

Piramida Graham memberi tahu kita bahwa pilihan metode beragumentasi juga mencerminkan kapasitas pengetahuan dan kadar intelektualitas seseorang. Semakin luas pengetahuan dan semakin tinggi intelektualitas seseorang maka semakin elegan pilihan metodenya dalam beragumentasi, begitu juga sebaliknya.

Argumen saya kemarin dalam komentar yang dikutip oleh beberapa media pada pokoknya hanya mengajukan 4 premis, yaitu:

1) Gubernur Arinal gagal mencapai sasaran kinerja ekonomi dan sosial yang ditetapkan dalam RKPD Provinsi Lampung tahun 2020 dan 2021.

2) NTP Lampung selama 22 bulan (sejak Januari 2020 sampai Oktober 2021) selalu berada di antara posisi ke-9 atau ke-10 di Sumatera.

3) Pertumbuhan Ekonomi Lampung (y on y) selama 7 kwartal sejak kwartal 1 (Januari-Maret) tahun 2020 sampai kwartal 3 (Juli-September) tahun 2021, selalu berada di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera.

4) Angka Pengangguran di Lampung pada kurun waktu Agustus 2020 sampai Agustus 2021 justru bertambah naik ketika provinsi lainnya di Sumatera justru menurun.

Baca Juga:  Mengawal Pilkada Serentak Lampung 2024

Bukan bermaksud mengajari, Gubernur dan para pembantunya jika ingin membantah dengan elegan sesuai Piramida Graham, maka metode yang dipilih adalah “Refuting the Central Point” atau minimal “Refutation”. Gubernur Arinal dan para pembantunya harus secara eksplisit membantah 4 premis pokok yang saya ajukan, atau setidaknya menunjukkan di mana letak kekeliruannya.

Sebagai contoh, premis pertama mestinya dibantah dengan pernyataan: “Gubernur Arinal berhasil mencapai sasaran ekonomi dan sosial dalam RKPD tahun 2020, buktinya angka pertumbuhan ekonomi atau IPM angkanya melampaui angka sasaran.” Ini hanya misalnya.

Atau premis kedua, bagus sekali jika bisa dibantah dengan menunjukkan kekeliruannya; “NTP Lampung tidak selalu di posisi ke-9 atau ke-10 selama 22 bulan ini, buktinya pada bulan ini dan itu berada di posisi sekian”.

Atau pada premis ketiga langsung tunjukkan bahwa ada angka pertumbuhan y on y Lampung pada kuartal tertentu berada di atas rata-rata Sumatera, dan pada premis keempat dipaparkan bahwa justru sejak Agustus 2020 sampai Agustus 2021 angka pengangguran di Lampung menurun bukan bertambah.

Tetapi dari bahan yang dibekalkan kepada kedua kolega saya, hal itu tidak terlihat. Silakan dibaca sendiri tanggapan keduanya, yang berbeda hanya bumbu komentar tentang personal saya saja, sedangkan pada penjelasannya jelas copy paste satu bahan dipakai berdua. Sangking copasnya, penjelasan tentang pertambahan angka pengangguran yang justru mengamini premis saya juga dikutip oleh keduanya.

Yang jauh lebih menyedihkan justru tanggapan dari seorang Kepala Dinas tentang NTP. Begitu beraninya yang bersangkutan menyatakan bahwa “NTP bukan suatu ukuran yang menggambarkan kesejahteraan petani, NTP lebih mencerminkan kondisi kelimpahan atau kelangkaan suatu produk pertanian”. Luar biasa bagaimana pengaruh kekuasaan mampu membuat seseorang kehilangan pijakan dasar ilmu pengetahuannya.

Baca Juga:  "Menguliti" HBM

Padahal semua dapat dengan mudah memeriksa sendiri di laman Google, apa itu NTP? Apakah benar definisi yang dikemukakan oleh si Kepala Dinas? Ada ribuan link berita tentang NTP yang digunakan sebagai indikator kesejahteraan petani, bahkan oleh Kementerian Pertanian, BAPPENAS, dan lembaga pemerintah lainnya.

Mungkin saya sekali lagi harus mengulangi, baca baik-baik komentar saya kemarin. Pada bagian mana saya mengatakan Gubernur Lampung tidak bekerja? Yang saya katakan adalah hasil kerja Gubernur Lampung yang masih tidak mampu memenuhi sasaran RKPD, yang saya nyatakan adalah kinerjanya Gubernur Lampung yang masih belum mampu mengembalikan Lampung menjadi yang terbaik atau setidaknya berada di barisan terdepan di Sumatera pada angka pertumbuhan ekonomi dan NTP sebagaimana di masa kepemimpinan Gubernur Ridho dan Gubernur Sjachroeddin.

Menjadikan pandemi sebagai pemakluman tentu tidak dapat begitu saja diterima karena bukan hanya Lampung yang terkena dampaknya, pertanyaannya justru mengapa dampak pandemi hanya membuat provinsi lain di Sumatera jatuh terduduk tetapi bisa membuat Lampung jatuh terkapar? Pilihan diksi “terkapar” saya mungkin terlalu kasar tetapi saya kesulitan mencari diksi lain yang lebih dapat menggambarkan situasi Lampung dari yang sebelumnya di urutan 1-2 teratas di Sumatera kemudian sekarang menjadi 1-2 terbawah.

Saran saya, sepanjang belum ada data sahih yang bisa ditunjukkan untuk membantah pernyataan-pernyataan itu, maka diam menerima untuk kemudian dijadikan cambuk yang memotivasi kerja menjadi pilihan sikap yang paling bijaksana ketimbang memaksakan diri membantah dengan menyerang karakter personal orang lain.

Tabarakallah

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed