YOGYAKARTA – Rayendra Erwin Moeslimin Singajuru berhasil mempertahankan disertasinya dalam Ujian Terbuka/Promosi Doktornya di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Erwin mengurai disertasinya tentang Pengadilan Pemilu dihadapan penguji yang salah satunya adalah Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P yang juga Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Republik Indonesia.
Selain Prof. Mahfud MD, penguji promosi doktor ini adalah
Prof. Fathul Wahid Ph.D, Ketua Sidang sekaligus Rektor UII), Prof. Dr. Ni’matul Huda SH MH (Promotor), Prof. Jawahir Thantowi, P.hD (Co-Promotor), Prof. Dr. Mahfud MD (Penguji), Prof. Amzulian Rifai, P.hD (Penguji), Pro. Dr. Muhammad Fauzan (Penguji), Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani SH,. MH (Penguji) dan Dr. Suparman Marzuki SH MSi juga sebagai penguji.
Dalam ujian terbuka ini juga dihadiri 2 Ketua Lembaga Tinggi Negara yakni Ketua Mahkamah Agung (MA) RI Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H, dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Dr. Agung Firman Sampurna, CSFA., CFrA., CGCAE., QGIA. Serta 2 Menteri yakni Menkopolhukam RI Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmodin, S.H., S.U., M.I.P yang juga tampil sebagai salah satu Penguji dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Jenderal Polisi (Purn.) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D.
Hadir juga Kerabat dan Sahabat Erwin seperti Mantan Kapolda Lampung Brigjen Pol. (P) Pangeran Edward Syah Pernong, Irjen Pol Tomsi Thohir, Sekjen IKA UII Ary Yusuf Amir, Anggota DPR RI Mukhlis Basri, Sekjen PP TP Sriwijaya Yahya Maas, Wakil Ketua Umum BPP Perkumpulan Advocaten Indonesia (PAI) H. Darussalam, Pemred Harian Pilar Lampung Mico Periando, Pengusaha Irwan Indrianto dan lain-lain.
Dalam pemaparannya, Erwin Moeslimin Singajuru menyebut sengketa pemilihan umum (Pemilu) sudah menjadi fenomena hukum dan politik tersendiri di Indonesia yang seringkali menimbulkan kompleksitas hukum dan politik tersendiri. Namun disayangkan, belum tersedia institusi penyelesaian sengketa yang kuat dan mapan.
Dalam disertasi berjudul “Politik Hukum Penyelesaian Sengketa Pemilu: Menggagas Pembentukan Pengadilan Pemilu di Indonesia”, Erwin berupaya menjawab problem penyelesaian sengketa Pemilu di Indonesia serta pengadilan Pemilu yang ideal di masa depan.
Erwin menegaskan, hasil penelitian menunjukkan bahwa politik hukum penyelesaian sengketa pemilu selama ini belum terinstitusionalisasi dengan kuat dan stabil pada satu institusi.
“Dua institusi kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dengan karakter dan mandat konstitusional yang berbeda, silih berganti menjadi tempat penyelesaian sengketa Pemilu. Prosedur beracara yang berbeda dan putusan keduanya tidak jarang saling menegasikan satu sama lain dan menimbulkan ketidakpastian hukum dan akhirnya tidak memberi rasa keadilan,” terangnya dalam sidang terbuka yang berlangsung di Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII) di Kaliurang, Yogyakarta.
Oleh sebab itu, menurut Mantan Anggota MPR dan DPR RI tersebut, ke depan dibutuhkan institusi peradilan pemilu dengan mandat khusus mengadili sengketa pemilu yang dibentuk berdasarkan perintah UU Pemilu, supaya terdapat konsistensi hukum, kepastian hukum dan keadilan penyelesaian sengketa pemilu.
Menanggapi pemaparan Erwin, Prof. Mahfud MD yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI mengapresiasi wacara yang digagas dalam disertasi itu. Bahkan, Prof. Mahfud MD memerintahkan Erwin Singajuru yang juga Staf Khusus Menko Polhukam untuk berkoordinasi dengan Mendagri guna mewujudkan wacana tersebut.
Mahfud MD menjelaskan, dalam konteks kebutuhan di dalam implementasi hukum tata negara yang sifatnya lebih operasional, gagasan dalam disertasi tersebut bagus.
“Mas Erwin mencoba mencari pintu keluar, Yaitu membuat satu lembaga pemilu yang lebih independen, kredibel dan transparan,” Ujar Mahfud.
Mahfud MD menilai peluang mewujudkan pengadilan pemilu itu sangat terbuka, sebab ada Negara yang memiliki 7 lembaga peradilan.
“Ide dasarnya kita terima dan implementasinya nanti sambil kita diskusikan ke depan dan saya sudah memikirkan untuk berkoodinasi dengan Kementerian Dalam Negeri agar menyiapkan pemilu tahun 2024, karena memang ada pesan dalam Pasal 157 UU Nomor 10 Tahun 2016, Bahwa harus ada peradilan khusus minimal untuk Pilkada serentak tahun 2024,” Tandas Mahfud.
Namun, Prof. Mahfud MD mempertanyakan apakah Pengadilan Pemilu yang digagas Erwin itu berdiri sendiri atau berada di bawah lembaga peradilan yang ada. “Itu menurut saudara Erwin apakah cukup dibawah lembaga peradilan yang sudah ada, atau berdiri sendiri?. Kemudian, Apakah keputusan mengikat atau boleh ada proses hukum lanjutan?. Kalau dia lembaga peradilan mandiri maka harus merubah undang-undang, Itu memungkinkan untuk dilakukan,” Tanyanya.
Menanggapi itu, Erwin yang sejak muda aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu dengan lantang menjawab meski dimungkinkan disisipkan di lembaga peradilan yang sudah ada, Namun pengadilan pemilu yang dimaksudnya adalah lembaga peradilan yang mandiri, dan itu memang harus merubah peraturan perundang-undangan. “Lembaga Peradilan yang tersendiri lebih ideal,” Pungkasnya.(*)
Komentar