Menyikapi dinamika serta polemik yang terjadi usai tayangnya cerita fiksi dengan tokoh utama Din Bacut dan Lek Parno serta tokoh rekaan lainnya sehingga membuat beberapa pihak menjadi gerah bahkan ada yang melakukan klarifikasi seolah-olah jika tokoh yang yang ada dalam cerita tersebut mirip dengan sejumlah sosok, serta muncul juga upaya penggalian informasi dari sejumlah kelompok yang ingin mengungkap fakta sebenarnya berdasarkan isi cerita, hal itu penulis anggap cenderung spekulatif.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fiksi adalah cerita rekaan dalam karya sastra.Cerita fiksi adalah pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau rekaan tidak berdasarkan kenyataan.Intinya proses imajinasi non ilmiah dari sang penulis dalam membuat cerita serta tokoh yang ada di dalamnya sangat berpengaruh dalam cerita tersebut.
Alur cerita serta tokoh yang ada di dalam rubrik Din Bacut murni rekaan dan imajinasi penulis dengan melihat permasalahan sosial yang terjadi, jika ada beberapa pihak yang merasa bahwa di dalam cerita itu mirip dengan seorang tokoh, hal itu merupakan hak masing masing pihak, namun penulis pastikan pemberian nama tokoh dan alur cerita murni merupakan proses imajinasi.
Meskipun penulis akui jika tayangnya tulisan fiksi tersebut akan muncul berbagai interpretasi serta asumsi yang beragam dari pembaca dan hal itu umum terjadi, bahkan penerbitan undang-undang pun oleh pemerintah akan memicu pro kontra apalagi hanya sekedar cerita fiksi yang berdasarkan daya khayal penulis.
Cerita fiksi Din Bacut dalam episode perselingkuhan Walikota yang banyak menyedot perhatian pembaca murni merupakan karangan semata dan tidak bertujuan untuk menyudutkan atau untuk kepentingan pihak tertentu, jika ada pihak atau kelompok yang keberatan hal itu semestinya tidak perlu terjadi, karena cerita fiksi yang dibuat bukan mengarah kepada sosok tertentu atau untuk kepentingan tertentu karena dari penamaan tokoh serta alur cerita hanya berdasarkan imajinasi penulis.
Tabik
Komentar