oleh

Petani Lampung Alami Tekanan Ganda

Bandar Lampung, 12 April 2025 — Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Lampung pada Maret 2025 tercatat sebesar 133,17, mengalami penurunan sebesar 1,06 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 134,60.

Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung dan menjadi indikator bahwa kesejahteraan petani secara umum mengalami tekanan, terutama akibat meningkatnya beban pengeluaran rumah tangga petani.

NTP sendiri merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk mengukur kemampuan daya beli petani di pedesaan, khususnya dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga serta biaya produksi pertanian. Penurunan NTP ini terjadi meskipun Indeks Harga yang Diterima Petani (It) mengalami kenaikan sebesar 0,85 persen, karena tidak sebanding dengan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) yang melonjak lebih tinggi, yakni 1,93 persen.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa meski harga komoditas pertanian yang dijual petani meningkat, pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga dan biaya produksi meningkat lebih tajam. Salah satu faktor utama pendorong kenaikan pengeluaran rumah tangga adalah melonjaknya biaya kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, yang tercatat naik signifikan sebesar 19,93 persen pada Maret 2025. Hal ini mendorong Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) Provinsi Lampung meningkat sebesar 2,49 persen.

Kenaikan biaya kebutuhan dasar tersebut memberikan tekanan tambahan pada petani, terlebih di tengah kondisi produksi pertanian yang belum sepenuhnya stabil akibat faktor musim dan fluktuasi harga pupuk serta pakan ternak.

Jika ditinjau berdasarkan subsektor, NTP tertinggi masih dipegang oleh Tanaman Perkebunan Rakyat (NTP-Pr) yang mencatat nilai 180,16, menunjukkan bahwa petani di subsektor ini masih memiliki daya beli yang relatif lebih tinggi dibanding subsektor lain. Hal ini bisa disebabkan oleh tingginya harga jual komoditas perkebunan seperti kopi dan karet dalam beberapa bulan terakhir.

Baca Juga:  Pemprov Pastikan Minyakita Sesuai HET di Kios Pangan

Sementara itu, subsektor Perikanan Tangkap mencatat NTP sebesar 113,53, diikuti oleh Tanaman Hortikultura (111,40), Tanaman Pangan (104,50), dan Peternakan (100,31). Namun, subsektor Perikanan Budidaya mengalami tekanan paling berat dengan NTP hanya 96,70, yang berarti petani ikan budidaya berada dalam kondisi daya beli yang sangat terbatas.

NTP yang berada di bawah angka 100 mengindikasikan bahwa pengeluaran petani lebih besar dibanding pendapatan yang mereka peroleh dari hasil usaha pertaniannya. Hal ini menunjukkan perlunya perhatian dan intervensi lebih lanjut dari pemerintah terhadap subsektor ini, terutama dalam hal subsidi pakan dan sarana produksi.

Meskipun NTP mengalami penurunan, Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) justru menunjukkan sedikit perbaikan. Pada Maret 2025, NTUP tercatat sebesar 136,47, naik 0,41 persen dari Februari 2025 yang berada di angka 135,91. NTUP mencerminkan kemampuan petani dalam menjalankan usaha pertanian setelah memperhitungkan biaya produksi dan investasi, tanpa memperhitungkan pengeluaran konsumsi rumah tangga.

Kenaikan NTUP ini memberikan sedikit harapan bahwa dari sisi usaha tani, efisiensi atau peningkatan harga jual produk memberikan hasil yang cukup positif, meskipun belum cukup kuat untuk mengimbangi beban konsumsi rumah tangga.

Data Maret 2025 menunjukkan bahwa petani di Provinsi Lampung menghadapi tekanan ganda: naiknya harga kebutuhan rumah tangga serta peningkatan biaya produksi yang tidak diimbangi secara proporsional oleh peningkatan pendapatan dari usaha tani. Meski ada secercah harapan dari kenaikan NTUP, tekanan konsumsi dan rendahnya NTP di subsektor-sektor tertentu seperti perikanan budidaya harus menjadi perhatian serius.

Pemerintah daerah dan pusat perlu memperkuat program bantuan langsung, subsidi input pertanian, serta mendorong stabilisasi harga komoditas pokok agar kesejahteraan petani tidak terus tergerus oleh inflasi kebutuhan dasar. Selain itu, investasi pada infrastruktur pertanian dan pendampingan teknis juga menjadi kunci untuk memperkuat daya saing petani di tengah tantangan ekonomi yang kian kompleks.

Baca Juga:  PT Angkasa Pura II Lakukan Penyesuaian Jam Operasional di 12 Bandara

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed