oleh

Kasus Mangkrak Versus Jaksa ATM

-Din Bacut-76 views

Pergantian Kustandi sebagai Koordinator Jaksa Tinggi (Kojati) Provinsi Lintang oleh Nanang Suroyo Wahbodo menuai kritik dari berbagai lapisan masyarakat. Pasalnya sejumlah kasus besar sejak beberapa tahun lalu dan beberapa kali terjadi pergantian Kojati, tetap saja tidak ada perkembangan yang berarti.

Contoh kasus Serikat Olahraga Nasional Yandonesah (SONY) dengan Ketuanya Arjun Galer, saat ini masih belum juga terlihat progres yang berarti. Dua tersangka kasus SONY yakni Ugus Nonpeju dan Perans Nursoto masih enak tidur nyenyak dan bebas berkeliaran.

Kasus korupsi LIPAM universitas Lintang mengalami nasib serupa, sejak 3 tahun lalu dilaporkan kasus ini senyap.

Sang pelapor si Igus Bend mantan koruptor yang terkena tangkap tangan bersama mantan bupati Lintang selatan sengaja menghilang.Kabarnya Ia telah diselesaikan oleh pihak kampus.

Kasus LIPAM Universitas Lintang menjadi menarik, karena Rektor Prof Losih yang mengaku bersih namun suaminya menjadi makelar proyek kampus, sibuk mencari setoran proyek kampus dengan nilai 25 persen.

Kampus negeri tertua ini sempat viral  dengan kasus rektor sebelumnya, Oom Kurangmoney yang terbukti menerima gratifikasi dari mahasiswa fakultas kedokteran.

Tidak terbayang Dokter hasil nyogok kinerjanya seperti apa nanti. Apakah dapat menyembuhkan pasien atau bahkan makin membuat pasien sakit hingga meregang nyawa.

Dari informasi Cepu dan Orang dalam, kasus ini tukar guling dengan penyidik yang saat ini menempuh pendidikan doktoral, Memen Mijaya.

Kasus ketiga, PT Lintang Energi Berdaya, BUMD andalan yang katanya mau mandiri energi, tapi lebih dulu mandiri dari integritas.

Dana Ratusan miliar melayang. Seperti asap rokok mantan bupati yang kalah Pilkada dan Istrinya yang anggota dewan diganti karena beda dukungan.

Di BUMD Lintang Energi Berdaya, meski sudah banyak menyita sejumlah barang bukti dan jam mewah mantan  wakil bupati yang juga jurnalis senior.

Baca Juga:  Siasat Kades Juned Saat Pandemi

Tapi tetap saja kasus ini makin tidak jelas. Alhasil kritik dan sindiran segar menjadi pembahasan hangat penikmat kopi kedai Dek yanti, sehangat kasus ijazah mantan presiden yang katanya asli tapi palsu.

Seperti biasa, Kedai Dek Yanti penuh sesak dengan pengunjung, meski tak menyediakan Wifi gratis, AC yang dingin, sedingin kasus korupsi yang tak kunjung tuntas.

Tapi lewat gelas plastik isi kopi adukan Dek Yanti dengan kudapan Tahu Bunting Isi Kecambah dan obrolan yang panasnya kadang melebihi wajan bansos.

Ya di Kedai Dek Yanti, tak ada protokoler yang membuat rakyat harus menunggu pemimpinnya, tak ada Ewuh pakewuh karena takut dicopot jabatan akibat beda pilihan. Disini logika dipelihara pidato ditiadakan, tapi sindiran dilestarikan.

Terlihat duduk santai Din Bacut, aktivis LSM yang setiap bicara seperti TOA masjid subuh,keras, tidak bisa diatur volumenya, dan kadang feedback. Slogannya: “INI NEGARA HUKUM, BUNG!”.Biasanya diucapkan sambil megang gorengan.

Lalu Jurnalis Senior, Susi Nonggeng yang nyambi jadi seleb TikTok klarifikasi. Spesialisasinya membedah kebohongan pejabat hanya dengan ekspresi dan filter beauty.

Sementara, Bidin Kempot  dan Surip Jebew kompak khusyuk dengan ponsel android masing-masing.

Kedai ini bukan hanya tempat ngopi, tapi pusat intelijen rakyat yang kecewa tapi belum menyerah. Di sini, korupsi bukan sekadar berita, tapi menu utama.

Sudah Sejak lama, Jaksa di Provinsi Lintang sudah tak lagi dikenal sebagai penegak hukum. Kini, lebih cocok disebut ATM raksasa dengan pin “pendalaman kasus.”

Kasus SONY, Rp 20 miliar hilang entah ke mana. Dari dua tersangka, sisanya menghilang kayak data SPT tahunan. “Masih proses,” katanya. Proses? Atau protes Tuhan yang tak kunjung dijawab?

Baca Juga:  Dewan Nyolong Singkong

Masalah LIPAM Universitas Lintang, kasus favorit pelanggan kedai. Proyeknya dipotong agar tak perlu lelang, lalu dilempar ke “orang dalam”.

Bahkan ada pengabdian masyarakat fiktif. Nama dosen dicatut, seolah-olah mereka meneliti. Padahal yang diteliti cuma cara mencairkan dana tanpa mencairkan muka.

Din Bacut pernah nyeletuk:“Lintang ini bukan kekurangan hukum. Tapi kelebihan alasan.”

Setiap kali ganti Kepala Kojati, rakyat selalu dihadiahi pidato. Janjinya selalu tiga rasa seperti iklan permen di TV.  Berantas korupsi, transparansi, akuntabilitas. Realisasinya? Kayak Wi-Fi kantor Gubernur kuat di awal, lalu Lemot kemudian.

Kustandi, misalnya, lebih sering muncul di lomba masak antar pejabat ketimbang ruang sidang. Pernah jadi juri lomba cerdas cermat “Generasi Anti Korupsi” padahal generasi senior belum selesai ngutil anggaran daerah.

Kini Nanang Suroyo Wahbodo menggantikan Kustandi naik panggung. Publik menanti. Tapi di Kedai Kopi Dek Yanti, semua sudah tahu, jika penegakan hukum itu jauh panggang dari api  juga seperti kopi sachet, murah, instan, dan sering bikin perut mules.

“Kalau kasusnya masih ‘pendalaman’, berarti butuh alat selam dua dekade ke bawah ya, Bang?”

Surip Jebew, sambil ngumpulin sisa kerupuk:

“Kojati kita itu kayak kopi instan. Janjinya pahit-manis seimbang, kenyataannya: cuma ampas dan kembung.”

Di negeri di mana jaksa lebih rajin mendalami lubang dompet daripada lubang hukum, dan pejabat lebih sering potong pita daripada potong alur korupsi, Kedai Kopi Dek Yanti tetap berdiri. Tenda kecil di tengah parkiran, tapi dengan nyali lebih besar dari ruang sidang.

Dan seperti biasa, papan menunya hari itu tertulis:

“Kopi hitam, gosip panas, dan kejujuran langka—disajikan setiap pagi, sambil menunggu negara sadar.”

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed