oleh

Advokat Desak Penegakan Hukum Penganiayaan Bocah di Lamteng

Lampung  — Dunia perlindungan anak kembali tercoreng. Seorang anak laki-laki berinisial RS (11), warga Dusun Banjar Mulya, Kecamatan Gunung Sugih, Lampung Tengah, diduga menjadi korban tindakan kekerasan brutal oleh oknum tak bertanggung jawab.

 

Ironisnya, insiden memilukan ini terjadi di tengah peringatan Hari Anak Nasional 2025, menjadi “kado terburuk” bagi upaya melindungi generasi penerus bangsa.

 

Peristiwa yang terekam dalam sebuah video dan menyebar luas di media sosial itu menunjukkan tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh seorang pria dewasa terhadap korban yang masih berstatus anak di bawah umur. Dugaan kuat, ada oknum ‘gerot’ (preman) yang terlibat, dan lebih memprihatinkan, kekerasan itu seolah dipelihara menjadi budaya menyelesaikan perkara secara jalanan—termasuk terhadap anak yang diduga terlibat permasalahan hukum.

 

Pihak keluarga korban tidak tinggal diam. Mereka resmi melaporkan kejadian ini ke Polsek Gunung Sugih pada 23 Juli 2025 dengan Nomor: LP/B/40/VII/2025/SPKT/POLSEK GUNUNG SUGIH/POLRES LAMTENG/POLDA LAMPUNG. Saat ini, laporan tersebut telah masuk dalam proses penyelidikan (lidik).

 

Desakan dari Praktisi Hukum

 

Syech Hud Ismail, Advokat dari Persadin Lampung, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kasus ini. Ia menilai kejadian tersebut merupakan bentuk kejahatan terhadap anak yang harus ditangani secara serius dan tegas.

 

“Tindakan kekerasan ini bukan hanya melukai tubuh, tetapi merusak masa depan seorang anak. Apalagi ini dilakukan terhadap anak yang belum dewasa. Polisi harus bergerak cepat, ungkap motifnya, periksa pelaku, dan usut kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain,” kata Syech Hud, Rabu (23/7).

 

Ia juga mengingatkan bahwa kekerasan terhadap anak sering kali merupakan fenomena gunung es: hanya sedikit yang tampak di permukaan, sementara sisanya tertutup oleh ketakutan, tekanan sosial, dan lemahnya keberanian untuk bersuara.

Baca Juga:  Wahana Zombie Bambu Kuning Square Disoal

 

Dampak Kekerasan terhadap Anak

 

Kekerasan semacam ini tidak bisa dianggap sepele. Berdasarkan kajian psikologis dan sosial, dampaknya bisa sangat merusak, baik dalam jangka pendek maupun panjang:

 

Psikologis: Anak bisa mengalami trauma, gangguan kecemasan, PTSD, bahkan depresi berat.

 

Fisik: Luka serius hingga risiko cacat atau kematian dalam kasus ekstrem.

 

Sosial & Pendidikan: Anak cenderung menarik diri dari lingkungan, kesulitan berprestasi, dan bisa menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari.

 

Sanksi Hukum yang Mengintai Pelaku

 

Menurut UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pelaku kekerasan terhadap anak dapat dijerat pidana berat:

 

Pasal 80 ayat (1): Penjara hingga 3 tahun 6 bulan + denda Rp72 juta.

 

Ayat (2): Jika mengakibatkan luka berat, penjara hingga 5 tahun + denda Rp100 juta.

 

Ayat (3): Jika mengakibatkan kematian, penjara maksimal 15 tahun + denda Rp3 miliar.

 

Jika pelaku adalah orang tua, guru, atau wali: hukuman diperberat sepertiga.

 

UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) juga memperkuat perlindungan terhadap anak, terutama dalam hal restitusi atau ganti rugi.

 

Anak Butuh Perlindungan, Bukan Kekerasan

 

Syech Hud mengingatkan semua pihak untuk tidak menormalisasi kekerasan terhadap anak, dalam bentuk apapun dan atas alasan apapun.

 

“Anak yang diduga bermasalah hukum harus disikapi dengan pendekatan perlindungan, bukan kekerasan. Kita bukan negara barbar. Ada proses hukum, ada sistem peradilan anak yang bisa ditempuh secara manusiawi dan adil,” ujarnya.

 

Ia juga menekankan pentingnya peran orang dewasa dalam mengawal tumbuh kembang anak. Orang tua, guru, aparat, dan masyarakat wajib menjadi teladan serta pelindung, bukan sumber ketakutan.

 

Baca Juga:  Mirza-Jihan Bertekad Istiqomah Jalankan Amanah

Lampung Darurat Kekerasan Anak

 

Kasus RS hanya satu dari banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang tidak terekspos. Menurut Syech Hud, bila pola ini terus berulang tanpa penanganan serius dan sistemik, maka bisa dikatakan Lampung tengah mengalami darurat kekerasan terhadap anak.

 

“Apa gunanya kita memperingati Hari Anak Nasional, kalau setiap tahunnya justru muncul kisah kelam seperti ini? Ini tamparan keras. Jangan sampai Lampung dikenal sebagai provinsi yang gagal melindungi anak-anaknya,” pungkasnya.

 

Pesan Kemanusiaan

 

Dalam kesempatan itu, Syech Hud mengutip sebuah hadis yang menggambarkan nilai belas kasih sebagai fondasi peradaban manusia:

 

“Orang-orang yang berbelas kasih akan mendapatkan belas kasih dari Allah. Berbelas-kasihlah kepada setiap makhluk di bumi, niscaya penduduk langit akan mengasihimu.” (HR. Tirmidzi)

 

Ia berharap penanganan kasus ini bisa menjadi pembelajaran penting sekaligus pengingat bagi semua bahwa anak adalah amanah dan masa depan bangsa.

 

“Kekerasan terhadap mereka adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang tidak boleh ditoleransi,” tandasnya

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed