Bandar Lampung – Ketua Lampung Police Watch (LPW) Sani Rizani melontarkan kritik keras terhadap Polres Pesawaran, menyusul kematian tahanan bernama Edo Januar (26) yang meninggal misterius pada 27 Juli 2025 lalu.
Edo, warga Pekon Sidoharjo, Kecamatan Pringsewu, ditangkap polisi pada 5 Mei 2025 atas dugaan kasus narkoba, dan tiga bulan kemudian, ia pulang dalam kondisi tak bernyawa.
“Kita minta Kapolres, Kanit, dan semua yang menangkap itu dicopot. Tiga bulan anak ini ditahan, tiba-tiba mati. Apakah karena dia orang susah, lalu diperlakukan semena-mena? Bahkan menyerahkan jenazah pun penuh drama, tanpa saksi, tanpa pemberitahuan aparatur desa. Ini bukan bangkai binatang, ini manusia yang punya derajat yang sama untuk hidup,” tegas Sani kepada media ini. Rabu (13/08)
Menurutnya, proses penyerahan jenazah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi patut dicurigai.
“Apa yang mereka tutupi, Kalau Kapolres tidak bersalah, kenapa takut membuka informasi ke publik dan media, karena Media adalah penyambung lidah rakyat, jangan bungkam fakta,” lanjutnya.
Sani juga menyarankan agar keluarga korban segera meminta ekshumasi (pembongkaran makam) demi mencari kebenaran penyebab kematian. Ia menuntut Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk segera turun tangan.
“Polri sekarang lampu merah, dan di Lampung ini lebih parah lagi. Polisi eksklusif banget. Rakyat kecil melanggar hukum, dilayani buruk. Apakah polisi lahir untuk melayani polisi sendiri, Apalagi Kapolda Lampung hari ini cuma numpang tidur demi bintang tiga, banyak utang perkara yang belum diselesaikan,” sindir Sani
Ia menegaskan, jika minggu depan tidak ada langkah konkret dari kepolisian, pihaknya akan bergerak dan memberikan santunan kepada keluarga korban.
“Kalau polisi tidak bisa memanusiakan manusia, biar LPW yang memanusiakan,” tutupnya.
Kronologi Penangkapan & Dugaan Pemerasan
Berdasarkan keterangan orang tua korban, Edi Sudarso, Edo ditangkap saat sedang masa rehabilitasi BNN. Saat itu, ia hanya diajak keluar oleh temannya. Usai membeli narkoba, Edo dan temannya disergap polisi.
“Anak saya sudah bilang, tangkap juga bandarnya. Polisi malah bilang ‘bandarnya sudah tidak ada’. Setelah itu anak saya dibawa ke Polres Pesawaran,” kata Edi.
Yang mengejutkan, Edi mengaku dimintai uang Rp50 juta oleh oknum polisi untuk membebaskan anaknya. “Saya cuma punya Rp2 juta, dan karena tidak ada uang, anak saya tetap ditahan. Bahkan keluarga teman anak saya juga diminta Rp30 juta,” ungkapnya.
Pada 27 Juli 2025, keluarga mendapat kabar Edo sakit dan diminta datang ke GMC. Namun setiba di lokasi, polisi langsung mengabarkan bahwa Edo meninggal dunia. Penandatanganan surat kematian dilakukan dalam kondisi remang-remang dan penuh tekanan.
Tak berhenti di situ, pada malam ketujuh kematian Edo, polisi datang lagi membawa surat pernyataan agar keluarga tidak menuntut. “Kalau memang meninggal karena sakit, saya ikhlas. Tapi kalau ada yang disembunyikan, saya akan cari kebenaran,” tegas Edi.
Kasus ini kini menambah daftar panjang catatan hitam penanganan tahanan di Lampung. Publik menanti keberanian aparat untuk membongkar fakta sebenarnya.
Komentar