oleh

Sidang Anggota Hewan

-Din Bacut-126 views

Sore itu, hujan turun pelan-pelan seperti seseorang yang pura-pura menangis demi mendapatkan simpati.

Jalanan basah, udara lembap, dan di Kedai Kopi Sekali Minum Langusng Moveon (Slemon) milik Dek Yanti, aroma kopi tubruk dan kudapan tahu isi kecambah menguap bersama gosip terbaru.

Din Bacut duduk di kursi dekat jendela, menatap ke luar seperti penyair murahan yang kehabisan kata-kata.

Di depannya, Rudi Semetok dan Edi Dacul sibuk mengaduk kopi seperti sedang mengatur anggaran,lama, berputar-putar, tapi ujungnya cuma bikin ampas naik ke permukaan.

“Bacut,” kata Rudi pelan, “kau lihat berita tadi siang? Rapat paripurna DPRD, tapi mirip kebun binatang waktu siang bolong, Anggota dewan dari Partai Asal Nampang Tapi Bloon (PANLON), si Yusriwan justru asyik tidur siang. Nah sementara yang lain asyik main hp,”

Din Bacut tersenyum tipis. “Ah, itu bukan kebun binatang, Rud. Itu sidang kawanan anggota hewan. Mereka duduk di kursi empuk, tapi jiwanya berkeliaran mencari mangsa.”

Edi Dacul ikut menyambar, “Ya, kawanan srigala. Tapi srigala itu setidaknya berburu untuk perutnya sendiri. Ini berburu anggaran untuk perut sendiri dan perut kroni.”

Kopi di cangkir mengepulkan asap, tapi topik kami makin dingin. Din Bacut menatap langit-langit kedai, membayangkan ruang sidang yang katanya “terhormat”.

Di sana, sebagian anggota hewan tertidur dengan mulut sedikit terbuka, seperti bayi kekenyangan. Sebagian lagi sibuk mengusap layar ponsel, entah bermain gim, entah memelototi foto-foto yang tidak layak untuk sidang.

“Lihatlah mereka,” ujar Din Bacut, “saat mikrofon menyala, mereka bicara tentang rakyat. Tapi setelah itu, lidah mereka menjilat anggaran. Mereka lupa, rakyat yang memilih, kini cuma jadi angka di lembar laporan.”

Baca Juga:  Tarik Menarik SiBeHa

Dek Yanti, yang sejak tadi menyimak sambil mengelap meja, ikut berkomentar, “Bedanya manusia dan hewan itu di nurani, Bacut.

Kalau mereka sudah tak punya nurani, ya mereka bukan manusia lagi. Tapi juga bukan hewan biasa,ini hewan yang belajar membaca APBD.”

Tawa pahit pun pecah. Rudi menambahkan, “Aku membayangkan, kalau sidang itu difoto dari atas, mirip kawanan binatang buas di padang savana. Bedanya, rumput di sana adalah anggaran, dan mangsanya adalah janji-janji pembangunan.”

Hujan di luar berubah menjadi gerimis. Din Bacut menyeruput kopi, lalu berkata, “Mereka itu ahli berkamuflase. Saat pemilu, mereka mengenakan kulit domba: senyum manis, janji lembut, dan foto di spanduk. Tapi begitu terpilih, kulit itu mereka lepaskan, menampakkan taring.”

Edi Dacul menghela napas panjang, “Lalu rakyat mau bagaimana? Semua sudah masuk mulut kawanan itu.”

Din Bacut memandang ke luar, melihat bayangan lampu jalan memantul di aspal basah. “Hewan tidak pernah berpura-pura menjadi manusia. Tapi mereka berpura-pura menjadi wakil rakyat, padahal hanya wakil diri sendiri.”

Kopi di meja sudah dingin, tapi rasa getirnya masih sama,seperti kenyataan bahwa kawanan anggota hewan itu akan terus ada, selama rakyat percaya pada senyum yang dipoles untuk menutupi taring.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed