oleh

Kadis Perikanan Tidur Sama Kebo (Bagian Kedua)

-Din Bacut-223 views

Kabar kumpul kebo Kadis Perikanan Provinsi Limpunk, Lisa Doremi meledak seperti petasan korek, kecil sumbernya, ribut akhirnya. Pagi itu, Kedai Kopi Slemon milik Dek Yanti sudah seperti kantor pusat gosip nasional.

Asap kopi mengepul, suara wajan goreng tahu isi kecambah meletup seperti kode Morse Tuhan bahwa hari ini tidak akan tenang.

Pintu kedai terbanting, dan masuklah Rustam Silobilobi dengan nafas tersengal.
“Heboh! Heboh! Kumpul kebo Kadis Perikanan Lisa Doremi sama tenaga ahlinya, Chico Kolarkin Sutrismo, jadi viral!” teriaknya seperti wartawan yang baru menemukan planet baru.

Dek Yanti langsung nyamber,
“Wouy Rustam, pesan kopi dulu! Utang kamu sudah setebel batu nisan, jangan bikin aku dosa pagi-pagi!”

Tapi Rustam tidak peduli. Ia duduk, kepalanya bergoyang seperti sinyal WiFi lemah. Susi Nonggeng, Ubay Gendot, Din Bacut, dan beberapa pelanggan lain langsung mendekat.

Din Bacut, yang duduk paling tenang padahal paling suka gosip, membuka suara,
“Skandal ini bukan hoaks. Sudah lama terjadi. Mereka tinggal bareng di Apartemen Holden Tolip, lantai 17. Mulai Februari 2025.”

Semua menggertak tawa, bukan karena lucu, tapi karena tak percaya manusia bisa seberani itu.

“Kumpul kebo katanya?” tanya Susi, separuh jijik, separuh penasaran.

“Bukan kumpul kebo lagi,” kata Ubay sambil memegang tahu isi panas, “itu kumpul jabatan, kumpul fasilitas, kumpul tenaga ahli!”

Dek Yanti mendesah sambil meletakkan baki tahu isi di meja.

“Si Chico itu sering ngopi di sini. Manis sih orangnya, kabarnya istrinya Chico tinggal di Kajarta, pantas saja kesepian.

Tapi Bu Lisa itu kan masih punya suami. Masa pejabat selingkuh? Itu kebablasan, bukan klepek-klepek.”

Rustam mengangkat alis,
“Orang bilang Bu Lisa ngurus ikan, tapi malah tidur sama kebo. Itu kan ironi tingkat dewa!”

Baca Juga:  Pendekar Syair Bernanah

Tawa meledak.
Tapi di balik tawa itu, ada semacam tekanan udara yang terasa, skandal ini mengguncang seluruh provinsi. Bahkan tukang parkir pun sudah tahu.

Tak lama, ponsel Rustam berbunyi. Ia melihat layarnya, lalu membaca pesan itu dengan ekspresi seperti melihat hantu.

“Woi, dengar ini! Ada utusan dari dinas minta berita skandal itu diturunkan dari portal Selalukepo.com!”

Sontak kedai hening.

“Ditakedown?” tanya Ubay.

“Iya! Katanya sensitif, mencoreng nama besar dinas. Mereka janji ada klarifikasi.”

Dek Yanti berkacak pinggang.
“Lah! Yang salah siapa? Yang ngeres siapa? Masa medianya yang harus ditampar? Ngaco!”

Susi menambah,
“Itu mah bukan klarifikasi, itu kalang kabut!”

Din Bacut menyandarkan tubuh, menyeruput kopi pelan.
“Begitulah pejabat. Kalau salah, bukan minta maaf, tapi minta berita dihapus. Mereka pikir aib bisa hilang kalau tombol ‘delete’ ditekan.”

Rustam mendekatkan suara,
“Yang kirim pesan ngakunya staf dinas. Tapi setelah saya cek, pejabat yang namanya dipakai bilang bukan dia. Jadi ini operasi sembunyi-sembunyi biar skandal hilang.”

Kedai makin ribut.

Orang-orang bicara bersamaan, suara bercampur riuh rendah.
“Kok bisa?”
“Gubernur tahu nggak?”
“Gaji teknis, tapi kerjaannya teknikal lain!”
“Suaminya bagaimana?”
“Apakah istri Chico yang di Kajarta tahu,?

Sementara itu, Din Bacut menatap jendela, melihat provinsi kecil itu sibuk dengan moral orang lain, padahal moral pejabatnya sendiri merosot ke lantai dasar.

“Yang paling kasihan Gubernur Mariza,” gumamnya. “Pria lurus, tidak neko-neko. Tapi punya Kadis yang selingkuh ke lantai 17. Moral pejabatnya bocor, yang kena nama kepala daerah.”

Ubay mengangguk keras.
“Semua orang tahu bukan selingkuhnya yang bikin provinsi rusak… tapi kebohongan, penutupannya, manipulasi media… itu yang bikin busuk.”

Baca Juga:  Anak Nyalon Dewan Wabup Tekan Kakam

Dek Yanti kembali dari dapur, membawa panci tahu isi baru.

Ia berkata lantang,
“Provinsi Limpunk ini bisa bangun gedung, bisa bangun kantor, bisa bangun taman. Tapi membangun moral pejabat? Itu susahnya kayak ngaduk gula pasir di air dingin.”

Semua orang mengangguk.

Kopi Slemon kembali diteguk, tahu isi disambar, gosip dikunyah. Skandal “lantai 17” terus menjadi headline kedai.

Sebab di Provinsi Limpunk, berita paling cepat bukan dari konferensi pers.
Bukan dari juru bicara pemerintah.
Bukan pula dari jurnalis resmi.

Berita tercepat datang dari mulut pelanggan Kedai Slemon, dari detik pertama gosip terbuka, sampai upaya menutupinya ikut terbongkar.

Dan Din Bacut hanya tersenyum kecil dan berkata pelan:

“Selama pejabat tidur sembarangan, rakyat pasti bangun lebih dulu.”

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed