Bandar Lampung – Majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi Bupati Lampung Utara non aktif Agung Ilmu Mangkunegara dan kawan-kawan (dkk) menyimpan rasa khawatir. Dasar kekhawatiran itu menyoal waktu persidangan; bisa selesai tepat waktu atau tidak.
Kekhawatiran itu lebih dipikirkan hakim, daripada mengurusi buah jeruk yang disajikan di meja terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara saat menjalani persidangan online di dalam Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bandar Lampung Kelas 1A. “Kita ngejar ini bisa selesai apa enggak, perkara ini,” kata Efiyanto, Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Rabu, 15 April 2020.
Saat ditanya, bagaimana mungkin bisa persidangan tersebut tidak bisa selesai tepat waktu. “Kata siapa bisa cepat selesai. Kalau terdakwanya lepas bagaimana?” jelas Efiyanto.
Lantas apa dasar Efiyanto mengatakan terdakwa dalam perkara tersebut bisa lepas? “Kata siapa? (terdakwa tidak bisa lepas_read). Saksi juga masih banyak. Makanya kita uber sampai gini-gini, bengkok-bengkok badannya,” ujarnya.
Seorang anggota majelis hakim Masriati pada persidangan itu juga menjelaskan dasar kekhawatiran Efiyanto. “Orang masih banyak juga (saksi yang belum dihadirkan_read). Baru separuh loh ini,” jelasnya.
Untuk diketahui, persidangan ini digelar secara perdana pada 24 Februari 2020. Sedangkan untuk pelimpahan berkas perkara ini, berlangsung pada 17 Februari 2020. Ada empat orang terdakwa dalam perkara ini; Agung Ilmu Mangkunegara; Kadis PU-PR Lampung Utara non aktif Syahbudin; Kadis Perdagangan Lampung Utara non aktif Wan Hendri; dan Raden Syahril, paman dan orang kepercayaan bupati.
Efiyanto bilang, majelis hakim punya batasan waktu untuk menyidangkan perkara itu. Dia meminta kepada jaksa KPK, agar memilah-milah lagi saksi-saksi yang akan diperiksa. Karena, Efiyanto melihat ada 140 orang saksi yang disiapkan oleh jaksa KPK dalam berkas Agung Ilmu Mangkunegara.
Ia berharap agar saksi yang dihadirkan adalah saksi yang punya keterkaitan dengan pembuktian dakwaan dari jaksa KPK. “Kami diberi waktu maksimal empat bulan untuk memproses perkara Tipikor ini,” kata Efiyanto.
Jaksa KPK Taufiq Ibnugroho merespons. Dia mengamini permintaan Efiyanto dan segera menyiapkan saksi-saksi yang dinilai penting untuk dihadirkan. “Baik, yang Mulia. Kami akan melakukan penyeleksian saksi. Yang berkaitan langsung dengan terdakwa (Agung Ilmu Mangkunegara_read) saja yang akan dihadirkan,” kata Taufiq.
Pada persidangan lanjutan yang digelar 16 April 2020, ada dua orang saksi yang tidak hadir. Maya Metissa, Kadiskes Lampung Utara dan Endah Kartika Prajawati. Maya tidak hadir dengan menyertakan surat keterangan dari dokter. Dalam surat sakit itu, Maya Metissa diminta untuk mengisolasi diri karena pernah bersinggungan dengan pasien terpapar Covid-19.
Endah Kartika, isteri terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara kata Sopian Sitepu –lawyer Agung Ilmu Mangkunegara– dia dalam keadaan sakit, tapi tidak menerakan surat keterangan dari dokter. “Ya itu lah,” jawab Efiyanto, saat ditanya apakah dia sepakat bahwa ketidakhadiran kedua orang saksi itu, membuat kekhawatirannya menjadi terwujud.
Sri Widodo tercatat sebagai saksi yang mangkir pada persidangan lanjutan tanggal 2 April 2020. Bekas Wakil Bupati Lampung Utara ini menyertakan surat sakit. Dia bilang, sedang menjalani perawatan medis dan berdasarkan surat dokter, Sri Widodo dianjurkan tidak hadir ke persidangan.
Surat dokter itu memuat keterangan bahwa Swi Widodo –juga berprofesi sebagai dokter spesialis penyakit dalam– berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) karena terlibat dalam tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Pemalang, Jawa Tengah.
Plt Bupati Lampung Utara Budi Utomo tidak hadir pada tanggal 30 Maret 2020. Alasannya sedang sakit. Itu kata KPK.
Sopian Sitepu –pengacara dari terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara– adalah orang yang menjelaskan tentang ketidakhadiran Endah Kartika Prajawati.
“Terimakasih kepada majelis dan jaksa penuntut umum. Jadi memang, daftar saksi untuk sidang hari ini, kami baru dapat tadi malam. Termasuk di situ kami lihat, ibu Endah. Setelah itu kami langsung datang ke rumah, nah kami lihat ibu Endah dalam keadaan panas. Dia di dalam kamar tersendiri. Kami mohon maaf. Tapi faktanya adalah, tadi malam kami baru dapat daftar saksi untuk sidang hari ini. Terimakasih yang mulia. Terimakasih bapak-bapak dan jaksa penuntut umum,” jelas Sopian Sitepu, Kamis, 16 April 2020.
Pernyataan Sopian Sitepu itu ditanggapi santai oleh Efiyanto. Menurut hakim, tidak ada batasan bagi Sopian Sitepu untuk menemui Endah Kartika Prajawati. “Ya bisa saja. Karena itu kan isteri kliennya. Kalau disuruh Agung coba lihat dulu isteri saya sakit apa enggak. Ini duit, bisa aja itu,” jelas Efiyanto.
Kecenderungan Sopian Sitepu untuk menemui Endah Kartika Prajawati dilihat Efiyanto dari sisi; Endah dan kliennya masih keluarga. ”Itu kan isteri kliennya. Yang bayar pak Sopian itu bisa saja isterinya. Karena Agung kan di dalam, mana ada pegang duit. Berarti (karena masih_read) keluarganya (Agung Ilmu Mangkunegara_read) gitu. Itu hak dari mereka kok,” jelasnya.
Jaksa KPK Taufiq Ibnugroho merasa heran atas apa yang disampaikan Sopian Sitepu. “Kalau saksi-saksi tidak hadir, pasti ada alasannya. Maka kita tanya ke PH (Sopian Sitepu_read), darimana kok tahu dan bisa menyatakan kalau saksi Endah Kartika Prajawati sakit. Sedangkan JPU (Jaksa Penuntut Umum_read), yang memanggil, belum dapat keterangannya dan tidak ada surat dokter yang menyatakan yang bersangkutan sedang sakit. Kalau Maya ada, memang ada surat resmi,” katanya kepada Fajar Sumatera, Kamis, 16 April 2020, malam.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan sebelumnya, Endah Kartika disebut kerap meminta sejumlah uang kepada saksi bernama Rina Febrina. Endah Kartika Prajawati sendiri sudah diperiksa KPK di tahap penyidikan karena diduga tahu tentang aliran korupsi yang menyeret Agung Ilmu Mangkunegara.
Untuk Dokter Maya Metissa sendiri, dia diduga terlibat dalam penyediaan uang kepada oknum auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Lampung bernama Frenki Harditama. Oknum auditor ini disebut Desyadi dan Syahbudin diberi uang sebesar Rp 1,5 miliar. Pernyataan itu diamini saksi bernama Juliansyah Imron. Dia pernah menyiapkan uang untuk diberikan kepada Frenki Harditama sebagai mahar atas opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Kabupaten Lampung Utara di tahun 2017.
Persoalan ini kemudian membuat KPK dinilai praktisi hukum Yusdianto tidak tegas dalam menghadirkan para saksi.
Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan akan melakukan penelusuran berkaitan dengan prosedur pemanggilan para saksi-saksi untuk persidangan itu.
“Saya akan cek dulu. Tapi sepertinya berita tersebut terkait sidang yang berlangsung saat ini,” ujar Lili saat dihubungi Fajar Sumatera, Jumat, 17 April 2020.
Lili Pintauli Siregar mengulas tentang bagaimana situasi seorang saksi yang dimungkinkan untuk dipanggil secara paksa. Jika saksi itu penting, maka dia harus dipanggil secara paksa. Jaksa KPK menurutnya, tidak boleh sesuka hati memanggil secara paksa. Lili Pintauli menitikberatkan pemanggilan paksa itu harus berdasarkan penetapan hakim.
“Apabila dalam sidang, ada saksi (yang dianggap penting oleh hakim/JPU) tidak hadir dan sudah dipanggil JPU sesuai ketentuan, maka pemanggilan paksanya harus berdasarkan penetapan majelis hakim. Tidak bisa suka-suka jaksa kan,” jelasnya. (Ricardo Hutabarat)