oleh

Mengintip Bukti Tertibnya Pelaporan LHKPN Pejabat Teras di Kanwil Kemenkum-HAM Lampung (Bagian I)

Pemkab Pesawaran Sosialisasi LHKPN via Online
Ilustrasi LHKPN.

Bandar Lampung – Penyelenggara Negara (PN) dituntut untuk mendukung program pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Tuntutan ini sejatinya mengikat bagi seluruh warga negara Indonesia. Salah satu indikator dukungan PN atas program tersebut, dapat dibuktikan dengan; seberapa patuhnya dia dalam menyetorkan Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN).

Kepatuhan ini mengikat dilihat dari sejumlah aturan. Seperti; diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi; Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Laporan LHKPN itu wajib untuk disampaikan PN ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding mengatakan, sesuai dengan Surat Edaran KPK Nomor 100 Tahun 2020 tentang Perpanjangan Masa Penyampaian LHKPN Tahunan (Periodik) Tahun Laporan 2019, bahwa batas waktu penyampaian LHKPN tahun pelaporan 2019 diperpanjang dari semula paling lambat tanggal 31 Maret 2020 menjadi 30 April 2020.

Bagi Penyelenggara Negara yang tidak memenuhi kewajiban LHKPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, maka berdasarkan Pasal 20 undang-undang yang sama akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

KPK pernah diminta untuk tidak hanya menyoroti dugaan Tipikor kepada narapidana di Provinsi Lampung dalam program asimilasi atas Permenkum-HAM No 10 Tahun 2020, tapi juga untuk memeriksa dan mengabarkan kepada publik, tentang e-LHKPN para pejabat di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM) daerah setempat.

Baca Juga:  Terus Merugi, Pedagang Terancam Gulung Tikar

Permintaan yang sampai kepada KPK itu semata-mata untuk membantu publik melihat sisi kepemilikan harta dan kekayaan para PN di institusi tersebut. Sebab, dugaan Tipikor tersebut dinilai penting dicermati karena informasi yang beredar, besaran uang yang diduga diminta oknum petugas maksimal Rp10 juta per narapidana. Seperti diketahui, ada ribuan narapidana yang menjalani program tersebut.

KPK sudah menyatakan tanggapannya atas dugaan pemungutan biaya kepada para narapidana tersebut. KPK juga menyatakan agar Kanwil Kemenkum-HAM Lampung memiliki data yang kuat terkait program itu. Mantan pimpinan KPK Saut Situmorang turut menyayangkan peristiwa tersebut. Ia meminta agar publik diberitahu lebih jauh soal informasi itu.

Dugaan ini kemudian muncul di sejumlah daerah. Yang menjadi catatan, informasi dari peristiwa tersebut pertama kali muncul di Provinsi Lampung. Sejumlah langkah sudah dilakukan Kanwil Kemenkum-HAM Lampung; tapi belum menunjukkan hasil. Kanwil Kemenkum-HAM Lampung berencana mengadukan produk pers mengenai pemberitaan dugaan tersebut ke Dewan Pers sesuai pendapat ahli pers Eddy Rifai. Kemenkum-HAM RI bahkan menyebut produk jurnalistik tersebut tidak mengandung suatu kebenaran dan fakta atau setidak-tidaknya dinilai hoax.

Pandangan aduan ke Dewan Pers kemudian menuai kritik. Langkah tersebut dinilai bukan menjadi solusi, tapi justru dianggap sebagai cara untuk mengaburkan persoalan utama. Bahkan disebut ingin mencari-cari kambing hitam.

Kepala Kanwil Kemenkum-HAM Lampung Nofli menyatakan dukungan atas kewajiban menyetorkan LHKPN kepada KPK. Menurut dia, kewajiban itu menjadi pedoman bagi jajarannya dan dinyatakan telah dilaksanakan. Dia menyatakan jajarannya tertib dalam urusan tersebut. “Kalau itu 100 persen,” ucap Nofli.

Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor M.HH-01.KP.07.06 tahun 2012, wajib lapor LHKPN adalah pejabat Eselon I, Eselon II, Eselon III, Auditor, KPA, PPK, Bendahara dan/atau Pejabat Pengelola Keuangan, Pejabat dan Panitia Pengadaan Barang dan Jasa, Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat, PPNS, Pemeriksa Paten, Merk dan Desain Industri.

Baca Juga:  KPK Jadwalkan Delapan Orang, Tapi Hanya Tujuh Saksi yang Hadir di Persidangan Korupsi Lampung Utara

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sudah mengimbau kepada jajarannya untuk menargetkan setoran LHKPN; agar seluruh pejabat di Kemenkum-HAM melakukan pengisian e-LHKPN sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan yaitu tanggal 1 Januari hingga 28 Februari 2020.

Dilihat dari laman resmi KPK, Nofli telah melaporkan e-LHKPN di tahun 2019. Untuk di tahun 2020; belum terdata di laman KPK. Dari laporan harta yang disampaikan dia selaku Kepala Kanwil Kemenkum-HAM Lampung —sejak menjabat pada Senin, 26 Agustus 2019— kepemilikan tanah dan bangunan didominasi di Kota Riau. Selebihnya di Kota Batam; Kampar; dan Jakarta Timur. Total harta yang dimiliki; senilai Rp 4.743.278.888, tanpa hutang. Nominal tertinggi dari hartanya; tanah dan bangunan di Jakarta Timur senilai Rp1,7 miliar.

e-LHKPN miliknya di tahun 2018 terdata. Saat itu dia menjabat sebagai Kepala Kanwil Kemenkum-HAM Maluku Utara —menjabat pada 29 Maret 2018— dengan total harta kekayaan; Rp 3.837.314.042. Harga tanah dan bangunan di Jakarta Timur senilai Rp1,1 miliar. Tak ada item yang bertambah. Hanya saja, nilai dari per item, bertambah harganya.

Nofli terbilang rajin menyetorkan e-LHKPN. Di tahun 2017, sebagai Kadivmin Kanwil Kemenkum-HAM Jawa Barat, total nilai hartanya dilaporkan mencapai Rp 3.404.755.145. Jika di laporan sebelumnya memuat 13 item tanah dan bangunan, pada laporan kali ini, hanya ada 12 item. Tanah dan atau berikut bangunan di Kota Kampar —seharga Rp450 di tahun 2018— belum terdata dalam laporan tersebut.

Ada yang unik dari laporan e-LHKPN tahun 2017 sampai 2019; item tidak signifikan bertambah, hanya harga per item pada tanah dan bangunan yang cenderung bertambah. Seperti; tanah dan bangunan seluas 70 m2/70 m2 di Kota Batam, hasil sendiri yang semula di tahun 2017 senilai Rp50 juta; di tahun 2018 menjadi Rp100 juta; di tahun 2019 menjadi Rp150 juta. Nofli tercatat pernah menjabat Kepala Divisi Administrasi (Kadivmin) di Kanwil Kemenkum-HAM Riau. (Ricardo Hutabarat)

Baca Juga:  Sidang Korupsi Agung 8 Maret 2020: Syamsir dan Budi Utomo Jadi Saksi di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang

Catatan: Fajar Sumatera sedang merangkum LHKPN milik para pejabat teras di Kanwil Kemenkum-HAM Provinsi Lampung. Rangkuman tersebut menitikberatkan kepada ketertiban para PN wajib lapor LHKPN berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor M.HH-01.KP.07.06 tahun 2012. Fajar Sumatera segera menerakan rangkuman tersebut dalam bentuk produk jurnalistik berikutnya untuk disampaikan kepada publik. LHKPN yang Fajar Sumatera rangkum berdasarkan laman resmi KPK.

News Feed