Ketua DPD Ormas MKGR Provinsi Lampung, Nizwar Affandi, menyebut Gubernur Arinal Djunaidi mulai berani melakukan sesuatu terhadap kondisi komoditas singkong.
Hal itu pasca kesepakatan bersama pemerintah daerah dengan para pengusaha industri tapioka di Lampung.
“Mengapa saya sebut baru belajar berani? Karena tampaknya beliau masih terlihat takut-takut menggunakan kewenangan yang dimandatkan rakyat Lampung sebagai kepala daerah dan kewenangan yang diberikan Presiden sebagai wakil pemerintah pusat di Lampung,” kata Nizwar, Kamis (25/3).
Ia juga mengaku sulit memahami mengapa Pemprov Lampung harus melakukan kesepakatan dengan para perusahaan terkait patokan harga minimal dan refaksi maksimal pembelian singkong petani.
Dan mengapa entitas pemerintah harus bersepakat dengan entitas perusahaan untuk sesuatu yang seharusnya bisa diatur dan ditetapkan oleh pemerintah.
Kata dia, kesepakatan atau agreement itu lebih pantas jika dilakukan dalam hubungan B to B (business to business) bukan antara G to B (government to business).
Sebagai regulator, pemprov mestinya lebih tepat menerbitkan regulasi berbentuk pergub atau bahkan perda yang mengatur siapapun pelaku usahanya, bukan hanya sekedar bersepakat.
Apalagi jika tidak semua perusahaan industri tapioka di Lampung hadir dan ikut bersepakat, baru sekedar berjanji nanti akan dibentuk forum komunikasi yang mewadahi semua perusahaan industri tapioka.
“Apa yang perlu gubernur takutkan? Toh sejak 6 sampai 7 tahun terakhir produksi singkong di Lampung memang sudah merosot tajam. Dari sebelumnya bisa 8 juta ton setahun sekarang hanya bisa 4 juta ton setahun,” urai dia.
Jadi tanpa beliau sarankan untuk mengurangi kuantitas tanam pun memang sejak 6-7 tahun terakhir petani di Lampung sudah banyak yang beralih tidak lagi menanam singkong,” jelasnya lagi.
Kendati supply menurun karena kuantitas produksi telah berkurang separuh, harga pembelian juga ikut merosot dari sebelumnya pernah di kisaran Rp2 ribu per kg, jatuh menjadi pernah hanya Rp600 per kg.
“Anomali ini menurut saya merupakan indikasi adanya invisible hand yang memaksa mekanisme pasar berjalan sesuai selera pemodal besar. Fakta lapangan yang harusnya sudah beliau ketahui sejak lama sebagai mantan Sekdaprov,” ungkapnya.
Ada pepatah lama yang cukup populer di masyarakat Lampung untuk menggambarkan situasi ini, kalau takut jangan berani-berani, kalau berani jangan takut-takut.
Komentar