Bandar Lampung-Polemik seragam Gubernur dan kendaaraan dinas yang digunakan Ketua DPD I Golkar Lampung dalam pemberian rekomendasi pencalonan kepala daerah beberapa waktu lalu terus meruncing.
Pernyataan Ketua DPD II Kota Bandar Lampung Yuhadi mengenai kapasitas dan kategorisasi politisi dinilai Ketua MKGR Lampung Nizwar Affandi sebagai bentuk defisit pengetahuan dan impotensi penalaran.
“Saya sebenarnya malas menanggapi balik tanggapan yg mengalami kekacauan penalaran, tetapi sesekali bolehlah,”jelas Affan melalui pesan WhassApp, Kamis (3/9).
Affan mengatakan, Ia sedikit kesulitan untuk mengikuti silogisme Yuhadi dalam berkomentar tentang perbedaan pendapat anatara dirinya dan pengurus partai Golkar lain mengenai pendapat Akademisi Uniloa Yusdianto, dan Komisioner Bawaslu Lampung, Adek Asyari.
“Saya tidak mengerti bagaimana ia menganggap komentar saya telah mengkategorisasikan politisi, bisa diperiksa dan dibaca kembali komentar saya sebelumnya. Saya mengkategorisasi dasar fikiran di antara dua arus pendapat, bukan kategorisasi politisi, karena tentu kita semua mafhum Yusdianto dan komisioner Bawaslu bukanlah politisi seperti Yuhadi dan kawan-kawan . Saya katakan sebelumnya bahwa mereka yg berfikir dengan perspektif etika itu berbeda kelas dengan mereka yg berfikir hanya dengan perspektif hukum,”papar mantan Komisioner KPU Kota Bandar Lampung.
Meski tidak relevan, manatan Ketua AMPG Lampung ini tetap akan menjawab posisinya dalam kategorisasi politis yang dipersoalkan Yuhadi.
“Walaupun tidak relevan, sayang juga jika pertanyaan Yuhadi tentang posisi saya dalam kategorisasi politisi versi dia itu tidak dijawab. Saya berada posisi yg memaknai politik sebagai aktivitas intelektual sementara ia jelas memaknai politik hanya sebatas tentang kekuasaan legislatif atau eksekutif, saya percaya etika adalah mahkota bagi hukum sementara ia mungkin meyakini etika tidak ada hubungannya dgn hukum,”urainya.
Soal pernyataannnya dinilai merongrong kewibawaan Gubernur, Affan justru membantah, Ia mencoba memberikan simulasi sederhana tentang apa yang dianggap Yuhadi.
“Saya coba simulasikan dalam bentuk penalaran sederhana untuk mengetahui siapa yg dianggap Yuhadi telah merongrong kewibawaan Gubernur dan menurunkan elektabilitas Partai Golkar:Premis A : Gubernur memimpin acara Partai Golkar dengan memakai atribut dan kendaraan dinas,Premis B : Bawaslu menegur melalui surat resmi dan Premis C : Wibawa Gubernur dirongrong dan Elektabilitas Partai Golkar akan menurun,”katanya.
Penalaran dari ketiga premis itu sambung Affan, pertama karena Gubernur memimpin acara Partai Golkar dengan memakai atribut dan kendaraan dinas maka Bawaslu menegurnya melalui surat resmi.
Kedua karena mendapat teguran Bawaslu melalui surat resmi maka wibawa Gubernur telah dirongrong dan elektabilitas Partai Golkar akan menurun.
Dari penalaran tersebut ,dapat dimengerti bahwa sesungguhnya bukan teguran Bawaslu yg telah merongrong wibawa Gubernur dan akan menurunkan elektabilitas Partai Golkar, tetapi justru karena kecerobohan Gubernur sendiri yg memimpin acara Partai Golkar dengan memakai atribut dan kendaraan dinasnya lah yg telah merongrong wibawa Gubernur dan akan menurunkan elektabilitas Partai Golkar.
Selain itu ,Ia juga kesulitan mengikuti nalarnya dalam kalimat : “Beliau adalah simbol partai yang harus kita jaga kewibawaannya baik sebagai gubernur maupun sebagai simbol partai dari rongrongan orang yang akan menurunkan elektabilitas Partai Golkar, terlebih dalam menghadapi Pilkada.” Yg mana harus dijaga? Simbol partai sebagai Gubernur atau Gubernur sebagai simbol partai? Apa gerangan hubungan antara Gubernur dengan elektabilitas Partai Golkar?.
“Semoga simulasi penalaran sederhana ini dapat memudahkan kita semua mengerti apa dan siapa yg dimaksud Yuhadi telah merongrong wibawa Gubernur dan akan menurunkan elektabilitas Partai Golkar. Tentu bukan Yusdianto apalagi saya,”tegasnya.
Dikatakannya, Dari berbagai pengertian populer tentang demokrasi dan politik yang dikenal publik, Ia lebih memilih pengertian demokrasi sebagai “government of the reason for government by the people”, pemerintahan akal sehat melalui pemerintahan oleh rakyat.
“Dan politik saya fahami sebagaimana asal-usulnya, yaitu aktivitas intelektual untuk menjaga pemerintahan oleh rakyat itu dijalankan dengan akal sehat, dan untuk nasehatnya tafaqquh fiddin, saya ucapkan terima kasih, hal itu saran yang sangat baik sebagai sesama muslim,”tutupnya.(Bung)
Komentar