oleh

Aktivis Perempuan Lampung Gaungkan Petisi Tolak Hasil Timsel Bawaslu

Bandar Lampung – Koalisi aktivis perempuan Lampung menyurati Bawaslu RI, terkait tidak ada keterwakilan perempuan dalam seleksi anggota Bawaslu Provinsi Lampung .

Berdasarkan informasi yang dihimpun, dalam daftar seleksi 12 Anggota Bawaslu Lampung tersebut ada 3 nama calon anggota perempuan.

” Yakni Yusni Ilham, Sri Fatimah dan Desi triyana , ketiga perempuan itu tidak lolos masuk dalam 6 besar anggota bawaslu Lampung, “cetus bunyi surat tersebut, Rabu (10/08)

Kemudian, pihaknya menilai keputusan Tim Seleksi Bawaslu Provinsi Lampung no. 025.TIMSEL.LA/08/2022 tanggal 2 Agustus 2022 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum khususnya pasal 92 ayat 11 yang berbunyi “Komposisi keanggotaan Bawaslu.

“Bawaslu Provinsi dan Bawaslu kabupaten/kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen),” ucapnya

Selain bertentangan dengan UU PEMILU tersebut, juga bertentangan dengan komitmen Bawaslu RI yang akan terus mendorong tercapainya keterwakilan 30% perempuan dipenyelenggara pemilu khususnya Bawaslu.

“Ketiadaan keterwakilan perempuan di Bawaslu akan berpengaruh terhadap capaian Indeks Pemberdayaan Gender Provinsi Lampung,” urainya.

Untuk itu, Timsel Bawaslu Provinsi Lampung juga telah sungguh-sungguh melanggar amanat konstitusi dan peraturan perundangan, dengan alasan sebagai berikut:

  1. Bahwa Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, menyatakan, “Setiap orang mendapat
    kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat
    yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Menurut konstitusi, affirmative
    action merupakan perlakuan diskriminasi positif (positive discrimination) yang
    dilakukan untuk mempercepat tercapainya keadilan dan kesetaraan.
  2. Bahwa ketentuan yang mengatur tentang keterwakilan perempuan didalam lembaga
    penyelenggara pemilu diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 10 ayat (7) dan
    pasal 92 ayat (11) menyebutkan, “Komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu
    Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan
    paling sedikit 30% (tigapuluh persen)”.
    Editor teks
  3. Kata “memperhatikan” memang tidak dapat dimaknai bahwa dalam pengisian keanggotaan Bawaslu, Bawaslu provinsi, dan Bawaslu kabupaten /kota mutlak mengikut sertakan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Akan tetapi, oleh sebab adanya affirmative action, maka perempuan harus diutamakan. Dengan catatan, apabila terdapat perempuan yang telah lulus semua tahapan seleksi dan memenuhi kualifikasi sedangkan anggota perempuan belum ada yang terpilih.
  4. Kata “memperhatikan” semestinya menjadi frasa penguat dalam mengambil keputusan, bukan kata yang demikian saja dapat diabaikan. Jika tidak dijadikan sebagai perintah yang tertuang dalam UU dalam mengambil kebijakan, maka kata “memperhatikan” itu menjadi kehilangan kekuatannya.
  5. Tidak adanya keterwakilan perempuan dalam keanggotaan Bawaslu Provinsi Lampung jelas merupakan ironi sekaligus paradoks bagi demokrasi. Bagaimana mungkin Bawaslu akan mewajibkan partai-partai politik melaksanakan affirmasi keterwakilan perempuan 30%, sementara Bawaslu sendiri tidak memiliki keterwakilan perempuan.
Baca Juga:  Pemkot Metro Anggarkan Rp.23,1 Milyar Untuk Infrastruktur Metro Utara

Atas dasar itu, pihaknya menuntut Bawaslu RI :

  1. Untuk MENUNDA penetapan anggota Bawaslu Provinsi Lampung sampai
    terpenuhinya perintah kaidah hukum.
  2. Membatalkan keputusan no. 025.TIMSEL.LA/08/2022 tanggal 2 Agustus 2022 tentang Penetapan Calon Anggota Bawaslu Propinsi Lampung.
  3. Mengintruksikan kepada tim seleksi Bawaslu Propinsi Lampung untuk
    melakukan seleksi ulang terhadap calon anggota Bawaslu Lampung hingga ada
    keterwakilan perempuan.
  4. Kata “memperhatikan” semestinya menjadi frasa penguat dalam mengambil keputusan, bukan kata yang demikian saja dapat diabaikan. Jika tidak dijadikan sebagai perintah yang tertuang dalam UU dalam mengambil kebijakan, maka kata “memperhatikan” itu menjadi kehilangan kekuatannya.
  5. Tidak adanya keterwakilan perempuan dalam keanggotaan Bawaslu Provinsi
    Lampung jelas merupakan ironi sekaligus paradoks bagi demokrasi.(Agung)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed