oleh

Bupati Lambar Dilaporkan ke Kejati Soal Alih Fungsi Lahan

 

Dalam laporan tersebut, Aktifis Masyarakat Independent GERMASI menyoroti dugaan keterlibatan sejumlah oknum pejabat baik dari daerah maupun pusat. Di antaranya adalah oknum Bupati Lampung Barat, oknum Anggota DPRD Lampung Barat, oknum Kepala Balai Besar TNBBS, oknum Mantan Dirjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta pihak dari ATR/BPN Lampung Barat.

Kuasa hukum Masyarakat Independent GERMASI, Hengki Irawan, SH., MH., dalam rilisnya menyampaikan bahwa pihaknya telah mengantongi sejumlah bukti pendukung terkait dugaan keterlibatan para oknum tersebut.

“Kami sudah memiliki dokumen dan data lain yang cukup kuat untuk melaporkan kasus ini ke Kejati Lampung. Kami meminta aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti laporan ini dan memproses semua pihak yang terlibat sesuai hukum yang berlaku,” ujar Hengki, Rabu 9 April 2025.

Hengki menambahkan, kawasan TNBBS yang seharusnya menjadi kawasan konservasi dan dilindungi oleh undang-undang justru berubah dan beralih fungsi menjadi areal perkebunan Kopi Robusta dan pemukiman yang diduga kuat difasilitasi oleh oknum-oknum berkepentingan.

“Kami melihat adanya skenario sistematis untuk mengalihkan fungsi lahan secara ilegal demi kepentingan bisnis, dengan mengorbankan kelestarian lingkungan,” tambahnya.

Laporan ini menambah daftar panjang persoalan tata kelola lahan dan kehutanan yang diduga sarat kepentingan serta permainan pihak-pihak tertentu yang menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi maupun kelompok.

Pihak Kejati Lampung hingga berita ini diturunkan belum memberikan keterangan resmi terkait laporan tersebut. Bupati Lampung Barat, Parosil Mabsus saat dimintai tanggapannya melalui pesan whatsapp belum menjawab sampai berita ini dinaikkan.

Baca Juga:  Bupercab Tebang Pohon Untuk Acara Gebyar Pramuka Penggalang

Sebelumnya diberitakan, Lampung – Eksploitasi terhadap sumber daya alam dilakukan agar bisa memperoleh hasil sebanyak-banyaknya dari apa yang didapatkan dengan adanya kegiatan eksplorasi, baik itu hasil bumi ataupun kekayaan alam yang terdapat dalam suatu wilayah yang sudah dieksplorasi.

Namun eksploitasi ini lebih banyak menimbulkan dampak serius pada kerusakan ekosistem lingkungan, tumbuhan,hewan, pencemaran air dan udara. Pemenuhan hasrat hidup kebutuhan manusia untuk melakukan eksploitasi ini berdampak buruk yakni bencana ekologi. Namun keindahan ini bak pisau bermata dua yang di satu sisi memberikan keuntungan, namun di sisi lain bisa juga menjadi ancaman.

Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rata-rata masyarakatnya banyak beraktifitas di bidang perkebunan.

Adalah wilayah Lampung Barat, Pesisir Barat dan Tanggamus merupakan tiga wilayah yang secara geografis menjadi basis dari wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) adalah salah satu contoh yang diduga kuat seluas 21 ribu are telah mengalami in danger list atau dalam daftar bahaya dari lahan keseluruhan seluas 313.572,48 are. .

Indikasi in danger list ini diduga kuat karena adanya aktifitas masyarakat yang melakukan penggarapan di lahan konservasi global. Tepatnya, lahan konservasi global ini berada di Dusun Talang Kudus yang secara administrasi masuk dalam wilayah Pekon Suoh, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Lampung Barat.

Berdasarkan data lapangan diperoleh bahwa masyarakat di wilayah tersebut melakukan penanaman buah kopi. Padahal jika merujuk pada Undang undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam Pasal 34 bahwa lahan konservasi di dalam zona/blok pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam hanya boleh dilaksanakan pemanfaatan jasa lingkungan berupa; wisata alam, air dan energi air, panas matahari, angin, panas bumi serta karbon. Artinya, berdasarkan Undang undang tersebut apa yang dilakukan masyarakat setempat sudah melanggar ketentuan Perundang undangan.

Baca Juga:  Catatan Akhir Tahun, TACB Lampung Ajak Para Kepala Daerah Peduli Pelestarian Cagar Budaya

Semakin meluasnya aktifitas masyarakat setempat dalam berkebun (tanam kopi) dikhawatirkan akan menimbulkan dampak bencana ekologi yang super komplek. Salah satu dampak serius adalah pertemuan antara manusia dengan satwa liar. Wilayah yang tadinya merupakan wilayah teritorial satwa liar dalam berkembang biak menjadi terganggu. Ini bisa terjadi pergesekan sehingga bisa menimbulkan ketidak seimbangan rantai makanan.

Satwa liar yang biasanya bisa mendapatkan makanan dari hasil buruannya semakin hari semakin berkurang. Maka ada beberapa kasus di wilayah tersebut terjadi serangan harimau kepada manusia. Contoh kasus, Zainuddin alias Pon (28), petani di Pekon (desa) Kegeringan, Kecamatan Batu Brak, tewas di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Almarhum tewas diduga akibat terkaman harimau. Korban sebelumnya pamit ke keluarganya hendak pergi ke kebun kopi garapannya. Informasi tewasnya Zainuddin dibenarkan Kepala Bidang Teknis di Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Wawan Sukawan, Rabu (22/1/2025).

Tewasnya Zainudin adalah salah satu contoh terjadinya perebutan ruang hidup antara dua makhluk yang seharusnya tidak terjadi.

Lantas jika sudah begitu kejadiannya siapa yang bertanggungjawab? apakah pemerintah setempat atau kesalahan masyarakat itu sendiri?

Kita akan kupas lebih mendalam dalam investigasi berikutnya. Pada akhirnya, tulisan ini akan membuka tabir keterlibatan siapa saja di dalamnya

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed