oleh

Kucing Dalam Karung

-Opini-310 views

Dalam kisah klasik, membeli kucing dalam karung adalah peringatan untuk tak gampang tertipu kemasan. Tapi di pemerintahan hari ini, kita bukan cuma membeli kucing dalam karung-kadang kita mengimpor kucing dari luar negeri, lalu dibungkus karung dan dijejalkan ke kandang birokrasi.

Fenomena penempatan pejabat berdasarkan relasi bukan prestasi kian mengkhawatirkan. Kepala daerah seperti lupa bahwa mereka memimpin sistem, bukan silaturahmi keluarga. Yang didahulukan bukan yang pintar, tapi yang dekat. Bukan yang punya rekam jejak, tapi yang punya rekam grup WhatsApp saat kampanye.

Kini muncul pejabat-pejabat yang kita tak tahu asal-usulnya. Tiba-tiba jadi kepala dinas, kepala badan, staf ahli, atau komisaris BUMD bahkan staf yang baru saja masuk tiba-tiba menjadi Plt Kepala Dinas.

ASN lokal yang sudah puluhan tahun mengabdi, yang paham kultur, peta wilayah, dan masalah riil daerah tersingkir begitu saja oleh mereka yang datang dengan surat sakti.

Para pejabat “titipan” ini seperti kucing anggora impor, bulunya bagus, tampilannya elite, tapi tak tahu cara menangkap tikus. Mereka hadir sebagai pajangan politik, bukan pekerja publik. Mereka dilantik bukan karena bisa bekerja, tapi karena pernah menjadi kapten tim baliho.

Banyak dari mereka adalah relawan politik. Dulu jago berteriak saat debat publik, sekarang ditugaskan mengurus tender pembangunan. Dulu mahir membagikan video kampanye, kini memegang kendali APBD. Keterampilan mereka, viral, bukan vital.

Ini banyak terjadi di daerah yang ada di Indonesia, siapa yang paling berkeringat dia yang mendapat tempat.

Dan jangan heran jika ada kerabat yang belum genap dua bulan pindah domisili, tahu-tahu dapat jabatan. Seperti membawa kucing persia ke sawah, indah dipandang, tapi tak bisa mencangkul.

Akademisi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. Dr. Bambang Purwoko (UGM) mengingatkan, “Sistem pengangkatan pejabat semestinya berdasarkan kompetensi, bukan kompensasi politik.

Baca Juga:  Dunia Baru Di Hari Buruh

Sementara penelitii dari LIPI,Prof. Siti Zuhro (LIPI) berpendapat, “Birokrasi bukan tempat untuk menampung tim sukses. Ini adalah institusi pelayanan publik, bukan posko balas jasa.”

Tapi faktanya, birokrasi kita kini berubah jadi pet hotel, penuh kucing-kucing mewah, jinak di depan atasan, tapi malas berburu masalah rakyat.

Kepala daerah yang terus mengimpor pejabat dari luar dengan alasan “percaya” perlu bertanya pada diri sendiri, apakah benar tak ada satu pun putra daerah yang layak? Atau ini cuma dalih untuk terus mengangkat kolega dan relawan?

Jangan jadikan birokrasi sebagai kandang titipan. Jangan ubah SK pelantikan jadi surat undangan reuni. Rakyat butuh pejabat yang bekerja, bukan sekadar ikut pelantikan lalu sibuk sendiri dengan medsosnya.

Kini saatnya kita buka karung-karung itu. Lihat isinya. Jangan-jangan bukan kucing, tapi tikus yang menyamar. Jangan-jangan yang diimpor bukan ahli, tapi oportunis. Jangan-jangan yang dilantik bukan pelayan rakyat, tapi pemakan jatah.

Wallahualam Bissawab,Tabikpun

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed