oleh

PMII : Menata Ulang Arah Kaderisasi dalam Pusaran Perubahan

Bandar Lampung — Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kini tengah berada di persimpangan zaman.

 

Pasalnya, Di tengah arus digitalisasi dan transformasi industri, tantangan organisasi mahasiswa Islam terbesar itu tak lagi sekadar menjaga ideologi, tapi juga merumuskan ulang pola kaderisasi yang mampu menjawab tantangan masa depan.

 

kader PMII Bandar Lampung Satrio Setiawan mengatakan, bahwa PMII khususnya di wilayah Bandar Lampung (PMII Balam) perlu melakukan reformasi kaderisasi secara substansial dan struktural.

 

“PMII bukan sekadar organisasi, bagi saya ia adalah rumah ideologi, ruang pencarian jati diri, dan medan perjuangan nilai. Tapi realitas zaman sudah berubah. PMII tak bisa jalan di tempat,” kata Satrio kepada media ini.

 

Sehingga, kata Satrio, ketimpangan dalam struktur kaderisasi PMII di Bandar Lampung yang masih terlalu terpusat di kampus negeri dan jurusan sosial-humaniora.

 

“Kader dari kampus swasta atau disiplin ilmu eksakta dan teknik seringkali terpinggirkan dalam diskursus maupun pelibatan. Padahal tantangan zaman menuntut integrasi pengetahuan,” tegasnya.

 

Menurutnya, PMII harus mulai menggandeng kader dari berbagai latar belakang ilmu seperti teknik, pertanian, kesehatan, dan digital teknologi.

 

“Agar tak lagi terjebak pada pola kaderisasi normatif yang hanya kuat pada doktrin ideologi, tapi minim inovasi,”urainya

 

Bahkan, sambung Satrio, kader PMII butuh orang – orang yang bisa berbicara filsafat dan mampu membuat aplikasi.

 

“Kita butuh kader yang bisa bicara filsafat, tapi juga bisa bikin aplikasi. Bisa orasi, tapi juga paham digital marketing. Bisa mengkaji Islam, tapi juga berpikir soal kecerdasan buatan,” ucapnya.

 

Satrio menjelaskan, atas dasar itu, Ia mengusulkan empat langkah konkret reformasi kaderisasi:

Baca Juga:  Gubernur Buka Potensi Warga Terpapar Korona Semakin Terbuka

1.Desain kurikulum pengkaderan yang interdisipliner

2.Pemetaan kader potensial di kampus swasta dan jurusan eksakta

3.Pemecahan sekat antara penguasaan ideologis dan skill praktis

4.Pemanfaatan teknologi dalam kaderisasi digital

 

Di sisi lain, Satrio mengkritisi kondisi mahasiswa hari ini yang menurutnya sedang mengalami disorientasi arah dan krisis literasi.

 

“Kita hidup di era revolusi industri 5.0, tapi mahasiswa masih gagap teknologi. Diskusi kalah oleh TikTok, membaca kalah oleh scroll Instagram. Kampus tak lagi ruang pembebasan, tapi jadi pabrik ijazah,” ungkapnya

 

Selain itu, ia menilai mahasiswa hari ini menghadapi empat krisis utama: gagap teknologi, krisis literasi, kebingungan identitas, dan komersialisasi pendidikan.

 

“Kalau PMII ingin tetap relevan, ia harus membuka pintu zaman. Bukan dengan membuang akar ideologi, tapi dengan menanamkannya di tanah baru yang lebih luas: digitalisasi, jaringan global, dan rekayasa teknologi,” pungkasnya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed