oleh

Pungguk Merindukan Bulan

-Opini-314 views

Pepatah pungguk merindukan bulan adalah metafora getir bagi banyak orang yang berkompetensi tinggi, berdedikasi, dan berintegritas, namun tak kunjung mendapat tempat dalam struktur kekuasaan.

Baik sebagai tenaga ahli, kepala dinas, pejabat strategis, bahkan direksi BUMD. Mereka adalah para profesional yang bermimpi bisa memberi kontribusi terbaik untuk daerahnya.

Namun realitas politik justru membenturkan mereka dengan dinding tebal bernama orang dekat, tim sukses, kerabat politik dan pengusung kekuasaan.

Dalam atmosfer birokrasi hari ini, banyak pengangkatan jabatan yang lebih ditentukan oleh faktor afiliasi politik dan hubungan personal dibandingkan kompetensi objektif.

Alhasil, jabatan yang seharusnya menjadi amanah untuk kemajuan daerah malah dijadikan ajang balas budi dan peliharaan kekuasaan.

Fenomena ini bukan hanya menyedihkan, tetapi juga berbahaya. Ketika posisi strategis ditempati oleh mereka yang berhak karena dekat, bukan karena layak dan cakap.

Maka kualitas pelayanan publik menurun, kebijakan menjadi tumpul, dan korupsi struktural menjadi sulit diberantas.

Akuntabilitas pun dikorbankan atas nama loyalitas politik.

Ulama besar KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, pernah menegaskan bahwa Kepemimpinan adalah amanah, dan amanah tidak boleh diberikan kepada yang tidak ahlinya.

Beliau mengingatkan bahwa menempatkan seseorang yang tidak cakap dalam posisi kepemimpinan adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat.

Sedanhkan Buya Hamka pernah menulis
Kebesaran tidak datang dari kekuasaan, tapi dari keikhlasan dan kemampuan menjalankan tanggung jawab.

Bila jabatan diberikan karena kedekatan, bukan karena kemampuan, maka tunggulah kehancurannya.

Lebih keras lagi pendapat Mohammad Natsir, tokoh besar Masyumi dan mantan Perdana Menteri RI, juga pernah berkata bahwa Negeri ini takkan makmur jika jabatan diisi oleh orang yang sibuk melayani kepentingan golongan, bukan kepentingan rakyat.

Baca Juga:  Terimakasih Bang Atal, Selamat Bekerja Bang Hendry

Mereka semua berbicara dalam semangat zaman, tetapi tetap relevan dalam konteks kekinian.

Dalam masyarakat meritokratis, kemampuan dan integritas harus menjadi kunci seleksi, bukan seberapa kuat relasi atau seberapa banyak jasa politik seseorang.

Kepala Daerah Harus Bijak
Seorang kepala daerah yang bijak adalah mereka yang mampu memisahkan loyalitas politik dengan profesionalisme birokrasi.

Ia tak tuli terhadap harapan rakyat, dan tak buta terhadap potensi orang-orang yang diam tapi tajam.

Sebab yang diam-diam mencintai negeri ini bukan yang paling banyak bersuara, melainkan yang terus bekerja dalam senyap, meski tak pernah dilirik kekuasaan.

Kepala daerah yang bijak tidak menjadikan jabatan sebagai hadiah, tapi sebagai amanah yang harus diberikan kepada yang benar-benar mampu menjaganya.

Jika tidak, maka akan lahirlah negeri penuh pungguk yang terus merindukan bulan.

Dan yang di atas sana, justru bukan bulan melainkan siluet-siluet kabur dari orang-orang yang tak tahu cara bersinar, tapi dipaksa menerangi.

Karena bangsa ini tak akan tumbuh besar dengan sekadar kedekatan, tapi dengan keberanian memilih yang tepat, walau tak dekat.

Wallahualam Bissawab, Tabikpun
Oleh : Abung Mamasa
Pemimpin Redaksi Harian Kandidat

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed