Sore yang sejuk dengan langit mendung menjadi saksi perbincangan hangat saya bersama tokoh adat pepadun marga nunyai kotabumi Nadikiyang Pun Minak Yang Abung, A. Akuan Abung.
Usai berkeliling di pasar tradisional Bandar Lampung, beliau mengaku terkejut melihat adanya produk pakaian adat yang dinilai keliru dalam penggunaannya. Produk tersebut berupa peci atau kopiah bermotif tapis, yang saat ini telah dijual bebas di pasaran.
Menurut beliau, tapis merupakan sinjang (sarung) khas Lampung yang dipakai oleh wanita dalam acara adat, sedangkan untuk laki-laki digunakan sinjang tuppal.
“Ini sudah kebablasan. Motif tapis adalah bagian dari pakaian wanita, jadi sangat tidak pantas jika digunakan pada kopiah atau kikat yang dipakai oleh laki-laki,” tegas A. Akuan Abung.
Beliau menambahkan, jika tujuannya hanya karena keindahan motif, seharusnya motif tuppal bisa menjadi pilihan karena memiliki nilai estetika tinggi dan memang diperuntukkan bagi kaum laki-laki.
“Adat dan budaya Lampung itu sangat jelas. Tapis untuk wanita, dan tuppal untuk lelaki. Jangan sampai karena alasan komersial, kita justru merusak pakem budaya sendiri,” ujarnya menegaskan.
Di akhir perbincangan, A. Akuan Abung menghimbau para pengrajin agar menghentikan produksi peci bermotif tapis, karena dianggap mencederai nilai-nilai adat dan budaya Lampung.
Sandi Fernanda selaku perwakilan dari Generasi Milenial Peduli Akses Lampung (GEMPAL) sangat mengapresiasi kepedulian A. Akuan Abung yang sangat sensitif terhadap adat dan budaya Lampung, dia berharap bahwa kita jangan pernah teledor dalam improvisasi berkreasi.
Serta harapan besar kepada pemerintah di era kepemimpinan Mirza-Jihan dapat memprakarsai, perda maupun pergub dalam pakem pakaian adat dan budaya Lampung.
Ditulis oleh: Sandi Fernanda, Generasi Milenial Peduli Akses Lampung (GEMPAL)





Komentar