oleh

Kota Bandar Lampung Zona Merah dan Dampaknya Untuk Sidang Korupsi Bupati Agung Ilmu Mangkunegara

Bupati Lampung Utara non aktif Agung Ilmu Mangkunegara menuju sel tahanan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Foto: Tinus Ristanto/Fajar Sumatera.

Bandar Lampung – ‘Kami sepakat dan sudah menginstruksikan agar warga termasuk pejabat kabupaten tidak hilir mudik ke (Kota) Bandar Lampung’. Ini sepenggal kalimat yang disampaikan Bupati Lampung Timur, Zaiful Bukhori kepada Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kamis, 30 April 2020. Kata ‘kami’ di atas merujuk kepada Bupati Pringsewu; Bupati Lampung Tengah; Bupati Mesuji; Plt Bupati Lampung Utara; dan Bupati Lampung Selatan.

Mereka sepakat membuat larangan untuk mengunjungi Kota Bandar Lampung. Karena wilayah tersebut telah ditetapkan sebagai zona merah oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

Alasan para bupati itu jelas; ingin memutus rantai penyebaran Covid-19. Gayung bersambut, Arinal Djunaidi berjanji akan mengeluarkan surat edaran untuk menertibkan seluruh ASN di Provinsi Lampung agar tidak keluar masuk ke daerah zona merah. “Kami berikan sanksi tegas bagi ASN yang melanggar (surat edaran itu),” kata Arinal.

Melihat lebih detail lagi, larangan itu juga disepakati oleh Plt Bupati Lampung Utara Budi Utomo. Belakangan dia dijadikan saksi untuk kasus korupsi suap fee proyek pada Dinas Perdagangan dan Dinas PU-PR Kabupaten Lampung Utara. Dalam kasus itu, salah seorang terdakwanya adalah Bupati Lampung Utara non aktif Agung Ilmu Mangkunegara.

Budi Utomo absen dengan keterangan sakit, saat mendapat undangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk hadir ke Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang. Sejumlah nama saksi untuk kasus ini didominasi dari Kabupaten Lampung Utara. Ada Maya Metissa –Kadis Kesehatan Lampung Utara; Andi Achmad Jaya –saksi yang dua kali mangkir karena sakit, dan banyak lagi lainnya.

Melihat larangan tersebut, tentu saja akan berdampak kepada proses persidangan dan perlu disiasati. Namun siasat dan strategi itu dinilai lebih cenderung harus dipersiapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.

Baca Juga:  Usai “Digarap” KPK 4 Jam, Wagub Lampung Kontan Bungkam

“Itu kita serahkan ke jaksa KPK ya. Karena mereka yang nanti lihat siapa-siapa saksinya. Dan itu kewajiban mereka,” kata Ketua Majelis Hakim Efiyanto saat dihubungi Fajar Sumatera, Jumat, 1 Mei 2020.

Menurut dia, persoalan ini sudah menjadi perhatian bagi majelis hakim. Sehingganya, ia berharap penetapan zona merah di Kota Bandar Lampung segera dapat berubah. “Ini kan sudah pernah kita bahas kemarin. Kalau memang itu larangan, memang itu lebih penting karena berkaitan dengan keselamatan jiwa,” ujarnya.

Ia menilai larangan yang disampaikan para bupati tersebut belum dapat dianggap menjadi hambatan bagi para saksi dari Kabupaten Lampung Utara untuk tidak hadir. “Sepanjang tidak ada larangan seperti PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan larangan mudik, itu mungkin masih bisa hadir. Jika itu yang ditetapkan, baru saya khawatir,” ucapnya.

Mahkamah Agung (MA) dan KPK sedianya sudah ditanyakan terkait hal ini. Tapi hingga saat ini tidak ada tanggapan. Praktisi Hukum menilai, MA dan KPK perlu melihat persoalan ini untuk merumuskan langkah-langkah ke depan.

“Kita harap dua lembaga tersebut mampu melihat dan berdiskusi. Apa yang kemudian langkah ke depan. Saya rasa itu perlu dalam rangka penegakan hukum, karena ini berkaitan juga dengan waktu,” ujar Yusdianto saat dihubungi.

Yusdianto mengatakan, kondisi yang demikian sebetulnya dapat diatasi dengan menjalankan proses persidangan online secara menyeluruh, baik itu juga dilakukan para saksi yang berhalangan hadir.

“Bisa saja nanti saksi yang dari Lampung Utara atau dari daerah lain memberikan kesaksian secara online di pengadilan setempat. Misalnya kalau dia saksi di Lampung Utara, dia bisa hadir ke Pengadilan Kotabumi. Begitu juga dengan para saksi lainnya. Maka itu perlu ada juga perhatian dari MA untuk membuat prosedur seperti itu. Sebenarnya persoalan ini bisa dipecahkan dengan diskusi. Dan apalagi jika nalarnya digunakan,” sarannya. (Ricardo Hutabarat)

Baca Juga:  Selain Ketua ETOS Indonesia, Penyuap Rektor Unila Ada Oknum Anggota Dewan?

News Feed