Bandar Lampung – Berawal dari persoalan yang dialaminya 1 Juli 2013 silam, Surino meminjam uang Rp225 juta ke Musa Ahmad. Sebagai jaminan, Surino memberikan sejumlah dokumen resmi atas tiga aset miliknya ke Musa Ahmad.
Ketiga dokumen itu adalah sertifikat dengan nomor 339/Yk tanggal 23 September 1992, SHM No. 2904 tanggal 29 Oktober 2008 dan SHM 2632 Tanggal 03 Maret 2006. Ketiga aset tersebut, berlokasi di Yukum Jaya, Lampung Tengah.
Tiga hari kemudian tepatnya pada 4 Juli 2013, Surino mengaku ditelpon Musa Ahmad. Surino diminta untuk untuk menemui salah satu notaris di Bandar Jaya. Surino disodorkan akta peralihan hak dan balik nama atas Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diagunkan ke bank.
“Saya disodorkan akta peralihan hak tanah, saat tahu seperti itu saya menolak pinjam uang ke Pak Musa. Yang buat kaget lagi sekitar September 2013, saya dapat informasi dari bank kalau Pak Musa sudah melunasi pinjaman saya tanpa ada persetujuan dan konfirmasi saya,” kata Surino dalam keterangan tertulisnya, Selasa 28 Juli 2020.
“Saya [sempat] janji sama Pak Musa, setelah ada uang sertifikat itu akan saya tebus lagi dan Pak Musa setuju. Tapi saat itu, perjanjian sama Pak Musa hanya secara lisan saja,” timpalnya.
27 Juli 2020 lalu, Surino datang ke Markas Polda Lampung. Menurut dia, kedatangannya ke kantor kepolisian itu untuk mempertanyakan persoalan yang dialaminya itu. Ketiga aset miliknya itu kini sudah dikuasai Musa Ahmad berdasarkan lelang. “Nilainya ditaksir kurang lebih mencapai sekitar Rp 1,2 miliar,” imbuhnya.
“Untuk mempertanyakan laporan dirinya terhadap dugaan tindak pidana pemalsuan dengan nomor laporan polisi LP / B – 294/III/2017/LPG SPKT dan dugaan tindak pidana pengrusakan dengan nomor laporan polisi LP/ 1140/X/2017/SPKT. Bahwa kedua laporan tersebut dengan pihak terlapor Musa Ahmad,” tuturnya.
Yang membuat dirinya kaget lagi, Surino pada November 2015 lalu dihubungi oleh pihak bank di Bandar Jaya. Pihak bank tersebut menyatakan, bahwa ia memiliki sangkutan sebesar Rp 300 juta dengan jaminan ketiga sertifikat miliknya yang sudah dikuasai oleh Musa Ahmad. Pinjaman uang tersebut, macet selama delapan bulan.
“Jadi ada hal aneh lagi, tiba-tiba saya dihubungi bank lain dan dibilang kalau saya menunggak angsuran. Padahal, saya tidak ada pinjaman di bank tersebut,” jelasnya.
Surino menegaskan, sangkutan uang Rp 300 juta tadi akhirnya diketahui latar belakangnya. Setelah ditelusuri ketiga sertifikat miliknya itu sudah dipindah ke bank lain dijaminkan oleh Musa Ahmad tanpa sepengetahuan dirinya sebagai pemilik sah sertifikat tersebut. Surino mengatakan ia sudah putus asa untuk mempertanyakan laporannya tersebut di Direktorat Reserse Kriminal Umum [Ditres Krimum] Polda Lampung.
“Sepertinya tidak ada keadilan bagi diri saya. Saya sebenarnya sakit diabetes dan paru-paru. Adapun setelah melakukan konfirmasi di Krimum Polda Lampung, pihak Polda Lampung akan menindak lanjuti laporan. Apabila tidak tanggapan dari Polda Lampung atas laporan saya. Maka saya akan membawa masalah ini Mabes Polri dan Komnas HAM sebagai pencari keadilan terhadap permasalahan saya,” tandasnya.
Musa Ahmad tidak hanya memiliki soal kepada Surino. Dia pernah tercatat terlibat dalam pusaran korupsi para anggota dewan di Kabupaten Lampung Tengah. Perkara itu ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] yang merupakan bagian dari persoalan korupsi mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa.
Musa Ahmad jadi saksi kepada salah dua tersangka di dalam perkara itu, J Natalis Sinaga dan Achmad Junaidi S, anggota dewan Lampung Tengah. Dalam surat putusan Nomor: 90/PID.SUS-TPK/2019/PN.JKT.PST, J Natalis Sinaga menyebut nama Musa Ahmad tentang masalah pinjaman daerah kepada PT SMI.
“Bahwa saksi pernah menemui Musa Ahmad Ketua DPD Golkar Lampung Tengah untuk menyampaikan agar Ahmad Junaidi Sunardi Ketua DPRD jangan menandatangani surat pernyataan karena masalah pinjaman daerah kepada PT SMI sedang dipantau KPK,” begitu keterangan J Natalis Sinaga sebagai saksi yang tercatat dalam surat putusan.
Untuk diketahui, masalah pinjaman ke PT SMI ini yang kemudian menjadi soal bagi KPK karena untuk mendapatkan pinjaman senilai Rp 300 miliar, mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa melakukan penyuapan ke sejumlah anggota dewan.
Masih berdasarkan surat putusan, nama Musa Ahmad juga ada dalam kesaksian Riagus Ria, salah seorang saksi dari anggota dewan Kabupaten Lampung. “Bahwa saksi kenal dengan Musa Ahmad sebagai Ketua DPD Golkar tetapi tidak pernah komunikasi dengan Musa Ahmad”.
Musa Ahmad berulang kali dipanggil KPK pada saat perkara itu berjalan. Musa pernah absen untuk hadir, alasannya karena dia sedang sakit tipus pada 8 Agustus 2019.
Komentar