oleh

Kakek Sudiono Lebih Takut Lapar Ketimbang Virus Corona

-Daerah-400 views

Pesawaran (Analisis.co.id) – Pandemi virus corona membuat banyak orang menjerit dilanda kesulitan ekonomi. Terlebih bagi orang-orang yang mengais rupiah di jalan. Mereka dilema, berdiam diri di rumah tak bisa makan. Bekerja takut terjangkit virus corona.

Kondisi inilah yang dialami oleh para pemulung di Wilayah Provinsi Lampung. Ditengah wabah, mereka setia menggantungkan hidup dari sampah.

Salah satunya sangat di rasakan oleh kakek Sudiono (56) seorang pemulung yang tinggal di sekitar Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu berbagi cerita dengan awak media ”Analisis.co.id”, bagaimana dia terus ‘blusukan’ ke kampung-kampung untuk berburu barang bekas rumah tangga demi menyambung hidup.

Wabah Covid-19 telah memberikan dampak yang dignifikan bagi elemen masyarakat, termasuk kakek Sudiono (pemulung,red) yang menjadi salah satu kelompok masyarakat paling rentan terpapar virus.

“Ya, kerja seperti ini lah mas harus saya lakukan, dari pada tidak makan, ya tetap mulung. Biasanya saya mulung dari pagi jam 7 sampai sore. Tetapi karena ini lagi puasa dan corona, saya berangkat lebih siang jam 11 sampai jam 4 sore,”ucap Sudiono saat di temui di Gedung Serba Guna (GSG) Komplek Pemda Pesawaran, akhir pekan kemarin.

Waktu menunjukan sekitar pukul 13.30, Sabtu (14/7/2021), kakek Sudiono berjalan lesu sembari memanggul setinggi 1,5 meter yang baru terisi kurang dari setengah kapasitas karung itu. Di dalam karung itu hanya terisi belasan botol dan aqua gelas plastik serta beberapa kardus bekas snak makanan dari acara di GSG.

Akibat sedikitnya barang yang bisa ia dapat, siang itu, kakek Sudiono yang biasa berkeliling dengan berjalan kaki di sekitar wilayah Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran memilih untuk pulang lebih cepat dari pada biasanya.

Baca Juga:  Pelantikan Pejabat Terapkan Prokes Ketat

Namun, sebelumnya kakek Sudiono bercerita bahwa semenjak istri tercinta telah ‘Berpulang ke Rahmatullah’ 6 tahun yang lalu ia hanya tinggal sendiri dan memilih profesi menjadi pemulung. Alasannya sederhana, kalau tidak begini dirinya tidak makan.

“Sebenarnya, takut sih mas, kena Covid-19, tapi harus mau gimana lagi, klo tidak mulung, saya gak makan. Meski saat ini menjadi pemulung bukan hal yang mudah bagi dirinya,”cetus Sudiono seraya terus memilih-milih barang rongsok dalam tong sampah GSG Pemkab Pesawaran.

Kondisi pandemi Covid-19 saat ini pun menjadikan penghasilannya kian menyedikit. Ia menyebutkan bahwa kalau sebelum pandemi Covid-19 terjadi pendapatnya mencapai sebulannya Rp. 1 juta, sekarang paling banyak hanya Rp.300 ribu saja. Itu pun kalau barang rongsoknya mencapai puluhan kilo, seperti gelas aqua plastik misalnya bisa menumpulkan sebanyak 350 gelas aqua plastik dibayar Rp 3.500 rupiah.

“Harga pembeli barang memang memang mengalami penurunan. Sebelum masa Corona, sekilo barang yang bawa bisa Rp. 20 ribu sampai Rp25 ribu. Kalau sekarang sekilonya Rp 3.500 saja. Satu karung yang saya bawa paling banyak bisa 2,5 kilogram. Sekarang, sehari saja untuk satu karung untung-untungan mas, apa lagi sekarang sudah banyak pemulung,”jekasnya.

Kakek Sudiono pun mengakui, bahwa selama 6 tahun menjadi pemulung, ia merasa baru kali ini hidupnya sangat sulit. Layaknya, pribahasa sudah jatuh, masih tertimpa tangga.

“Sekarang tidak semua barang sampah plastik (pilih-pilih,red) laku, Rp3.500 perkilonya. 6 tahun saya mulung disini, paling sulit ya sekarang ini karena Corona,”imbuh pria 3 anak ini, seraya mengatakan berburu barang bekas tidak hanya di wilayah Pesawaran saja.

“Apalagi semenjak orang kerja dari rumah. Sampah jadi sedikit. Biasanya banyak dapat plastik, kertas, mainan, barang pecah belah. Kondisi begini yang paling banyak plastik,”tambah Sudiono lagi.

Baca Juga:  Bupati Bartim Terima Catatan dan Rekomendasi DPRD Tentang LKPJ Kepala Daerah Tahun 2020

Diakui Sudiono, pandemi Covid-19 sangat terasa dampaknya bagi dia. Apalagi, di rumah ia hanya tinggal seorang diri, sedangkan ketiga anakanya tinggal jauh dari rumahnya. Semuanya sudah menikah.

Selama pandemi ini, Sudiono, mengaku mendapatkan bantuan dari pemerintah. Tetapi bantuan pangan itu dirasa belum mencukupi untuk kebutuhan sehari-harinya.

“Walau jadi pemulung cape jalan kaki, harus saya terima dengan ikhlas dari pada kelaparan, sedangkan saya tidak punya apa-apa, rumah saja numpang ditanah orang. Namun saya bersyukur kepada Allah SWT, karena selalu diberikan kesehatan agar tetap bisa bekerja,”pungkasnya. (Zainal)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed